TEMPO.CO, Malang - Lima ekor sapi jantan coklat besar dilepas liar dikelilingi 150 ekor betina. Tanpa tali mereka dibiarkan begitu saja di antara rerimbunan pakan dan ketersediaan minum yang melimpah.
Semua sapi betina bertubuh bersih kecoklatan, berisi, dan montok. Lima sapi jantan, yang dijuluki pemiliknya sebagai "pandawa", menyukai hampir semua betina di kandang itu. Seks bebas pun terjadi. Puluhan bahkan ratusan kali Pandawa kawin bergonta-ganti pasangan.
Itulah suasana di pembibitan sapi secara alami Agri Satwa, kawasan Gondang Legi, Kabupaten Malang. Sapi-sapi itu menghuni lahan cukup luas, hampir satu hektare. Metode lepas liar itu diharapkan bisa meningkatkan frekuensi perkawinan sapi. Namun, metode itu sepertinya belum menunjukkan hasil.
Meskipun Pandawa sehat dan berotot, tapi tak semua pasanganya berhasil bunting. "Dari 2011, hanya 10 ekor yang bunting. Itu pun hanya lima ekor yang melahirkan pedet (anak sapi)," kata Dodi Sulistyo Widodo, pemilik pusat pembibitan sapi ini, Sabtu, 29 September 2012.
Sulitnya mencari pedet baru dari kawin alami tak hanya dirasakan Dodi. Pemerintah Jawa Timur bahkan sejak pertengahan 2011 silam mendeklarasikan gerakan "peningkatan birahi sapi". Ini adalah sebuah program bantuan untuk menggerakkan peternak tak hanya melakukan pembibitan sapi dengan cara alami, melainkan juga dengan inseminasi buatan (IB), sebuah proses bantuan reproduksi dengan sperma disuntikkan ke dalam rahim.
Di Malang, program ini diterjemahkan dengan program Intan Berduri Emas (inseminasi buatan beranak dua ratus ribu ekor masyarakat sejahtera). "Harapannya hingga 2014 nanti akan lahir 200 ribu pedet baru," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang, Sudjono.
Sebanyak 294 kelompok peternak lantas dibentuk. Melalui kelompok ini, program IB digalakkan. Hasilnya, sebanyak 50 ribu ekor pedet diharapkan akan lahir pada tahun ini.
Untuk mengawal program, sebanyak 74 inseminator yang merupakan para dokter hewan diterjunkan. Para dokter hewan ini tiap hari berkeliling membawa kontainer kecil sebagai bank sperma sapi. Mereka mencari sapi-sapi peternak yang siap kawin.
Peternak yang dulunya hanya menggemukkan sapi kini memiliki pekerjaan sampingan, yaitu mengawinkan sapi menggunakan IB. Hasil dari kawin buatan, minimal akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Pasalnya, setiap satu ekor pedet bisa dijual sekitar Rp 2-3 juta.
Dengan program ini, Kabupaten Malang yang menjadi tulang punggung utama daging sapi di Jawa Timur kini berhasil memiliki sebanyak 225.895 ekor sapi potong dengan tingkat kelahiran pedet sebanyak 44 ribu ekor per tahun yang tersebar di hampir seluruh desa atau kelurahan yang ada.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Maskur, mengatakan jika program peningkatan birahi sapi merupakan bagian dari program Sapi Berlian (beranak lima juta dalam lima tahun).
Sebagai penyangga utama kebutuhan daging nasional, kini Jawa Timur memang menyumbang tak kurang dari 32 persen kebutuhan daging nasional. Dari angka ini, sekitar 50 persen disumbang dari Kabupaten Malang.
Catatan Dinas Peternakan menunjukkan populasi sapi pedaging (nonperah) di Jawa Timur mencapai 4.727.298 ekor. Dari jumlah ini, terjadi kelahiran sebanyak 966 ribu ekor pertahun. Pemotongan untuk kebutuhan daging di dalam provinsi sebanyak 495 ribu ekor pertahun dan sapi yang dibawa ke luar Jawa Timur sebanyak 148 ribu ekor. "Tahun lalu saja kita surplus 324.013 ekor," kata Maskur.
Meskipun terus surplus, keberadaan Jawa Timur sebagai lumbung sapi bukannya tanpa ancaman. Tingkat kelahiran pedet yang masih minim menjadikan beragam upaya dilakukan. Selain menggalakan IB di Malang, Jawa Timur juga minta daerah lumbung daging lainnya-- semisal Mojokerto, Tulungagung, dan Blitar--juga menggalakan program IB. Tahun 2012, Jawa Timur bahkan menggelontorkan anggaran Rp 12 miliar untuk membantu proses IB bagi 1,3 juta akseptor sapi.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan sejak tahun 2010 silam dia telah menutup pintu sapi impor ke Jawa Timur. Penutupan untuk menjamin kesejahteraan bagi para peternak. "Sapi impor menghancurkan sapi lokal kita," kata Soekarwo seusai memimpin peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2012 di Gedung Negara Grahadi Surabaya.
Larangan sapi impor dikeluarkan dengan Surat Edaran bernomor 524/8838/023/2010 tertanggal 30 Juni 2010. Surat edaran lantas diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 78 Tahun 2011.
Selain menerbitkan larangan impor sapi, pekan lalu Soekarwo bersama beberapa pengusaha asal Jawa Timur melakukan kunjungan ke Australia untuk belajar kepada para peternak sapi Australia.
Hasil dari lawatan sepekan di Australia itu, selain belajar bagaimana tata niaga daging dan pengelolaan ternak yang baik, Soekarwo juga akan kembali membuka keran impor sapi. "Tapi kusus sapi perah. Kalau pedaging kita tutup rapat-rapat," kata Soekarwo.
Sapi perah sengaja didatangkan untuk memenuhi kebutuhan susu secara nasional sebesar 22 ribu liter. Sekitar 80 persen di antaranya akan disuplai dari Jawa Timur. Sapi yang akan didatangkan ini merupakan sapi perah dalam keadaan bunting sehingga langsung bisa dimanfaatkan untuk diambil susunya.
Hidayaturrahman, Sekretaris Asosiasi Peternak Sapi Jawa Timur, mengatakan sebelum keluarnya larangan impor, harga sapi lokal di Jawa Timur sempat anjlok hingga Rp 18 ribu perkilogram. Padahal, harga normal daging sapi minimal harus di atas Rp 24 ribu per kilogram.
FATKHUROHMAN TAUFIK
Berita terpopuler lainnya:
Algojo Penumpas PKI Dibayar Rp 150 Ribu dan Beras
Pemerintah Belum Mau Minta Maaf atas Tragedi 1965
Lelang Keperawanan demi Bantu Tunawisma
Mangkir Lagi, Ketua KPK Ancam Panggil Paksa Djoko
Afair Lebih ''Panas'' Arnold Schwarzenegger