TEMPO.CO, Jakarta - Bank Mandiri tengah mengkaji kebutuhan sumber pendanaan jangka panjang untuk membiayai proyek-proyek jangka panjang seperti infrastruktur. "Peringkat kredit kita sudah BBB. Ini memberi kita kesempatan untuk menerbitkan surat berharga," ucap Direktur Keuangan Bank Mandiri, Pahala S. Mansury, dalam konferensi pers penutupan Indonesia Investment Forum di Jakarta, Selasa, 18 September 2012.
Pahala menjelaskan hingga akhir Juni 2012, limit kredit infrastruktur Bank Mandiri mencapai Rp 56,6 triliun, mencakup subsektor jalan sebesar Rp 8,8 triliun, ketenagalistrikan sebesar Rp 10,6 triliun dan transportasi sebesar Rp 14,9 triliun, telekomunikasi sebesar Rp 12,7 triliun dan subsektor minyak dan gas bumi sebesar Rp 12,7 triliun. Dari jumlah limit tersebut, baki debet mencapai Rp 36,2 triliun dan porsi yang belum dicairkan adalah Rp 23 triliun. Adapun rasio kredit bermasalah nol.
Pahala menjelaskan, sejauh ini, dana pihak ketiga (dana simpanan) Bank Mandiri masih memadai untuk membiayai kredit. "Dana murah tumbuh rata-rata Rp 55 triliun (per tahun). Likuiditas memadai," ucapnya. Meski begitu, Pahala berharap DPK dari transaksi perbankan bisa terus meningkat, demikian juga DPK dari sumber lainnya.
Pada 2009, Bank Mandiri pernah menerbitkan surat berharga senilai Rp 3,5 triliun untuk kebutuhan bisnis. Kini, kata Pahala, bank ini mengkaji kemungkinan untuk kembali menerbitkan surat berharga untuk disalurkan pada kredit jangka panjang. Tujuannya untuk menghindari missmatch dimana sumber dana jangka pendek dipakai untuk pendanaan jangka panjang. "Apakah untuk 2013, kami masih kaji," ucapnya.
Meski likuiditas diklaim baik, Pahala membenarkan, jika dilihat dari sisi rasio kredit terhadap DPK (LDR) perbankan yang mencapai 83 persen, likuiditas tampak lebih mengetat dibanding sebelumnya.
Pahala pun menilai pentingnya mendorong likuiditas lebih banyak masuk ke perbankan. Ia berharap ada aturan yang lebih kuat agar devisa hasil ekspor bisa sepenuhnya masuk ke bank-bank devisa domestik. "Sekarang belum sepenuhnya masuk, dengan aturan yang semakin kuat, kami berharap semakin banyak masuk," ujarnya.
Wakil Direktur Utama Bank Mandiri, Riswinandi mengakui, pihaknya memiliki saluran yang cukup banyak terkait pembiayaan infrastruktur. Ia juga mengakui deposannya tak banyak yang menyimpan uang dalam deposito jangka panjang selama tenor kredit infrastruktur. Namun, pengelolaan likuiditas yang baik jadi kunci untuk mengatasi persoalan missmatched dana.
"Tidak hanya dari deposan, sejak 2 tahun lalu kami aktif mengembangkan transaksional banking. Nasabah yang mengoperasikan dana dari channel Bank Mandiri, ATM kita sekarang 10.361," ucapnya. Walau dana tersebut merupakan dana berjangka pendek tapi terus bergulir.
Dalam membiayai proyek infrastruktur, kata Riswinandi, Bank Mandiri rata-rata memilih pola kerjasama dengan bank lain, misalnya sindikasi. "Ini untuk mengatasi likuiditas tersebut dan juga spreading risk," ujarnya.
MARTHA THERTINA
Berita Terpopuler:
Begini Nasib Keluarga Pembuat Film Anti-Islam
Kubu Foke Bantah Haiya Ahok Direncanakan
Pria "Miskin" Ini Simpan Sepeti Emas di Rumahnya
Kalla: Jadi Gubernur Jakarta Tak Susah-Susah Amat
Beri Masukan Jokowi, ProJakarta Undang Jusuf Kalla