TEMPO.CO, Cirebon - Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama menuding pemerintah bertanggung jawab penuh atas kebocoran dana pajak yang selama ini terjadi. Pengelolaan dan pengalokasian dana hasil pajak selama ini dinilai kurang transparan.
Sikap Nahdlatul Ulama ini disampaikan langsung Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siraj, ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Senin, 17 Agustus 2012 tempat digelarnya Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama.
Selain menuntut tanggung jawab dan transparansi pengelolaan dana pajak, Nahdlatul Ulama juga meminta sebagian besar dana pajak dialokasikan untuk kemaslahatan umat. Selama ini, sebagian besar duit hasil pajak justru dibelanjakan untuk menggaji pegawai negeri.
Nahdlatul Ulama akan memantau kinerja pemerintah setelah rekomendasi alim ulama ini diserahkan. Jika pemerintah tak segera melakukan transparansi dan mengalokasikan sebagian dana pajak untuk kemaslahatan umat, maka Pengurus Besar NU akan mempertimbangkan untuk tak mewajibkan umat Islam membayar pajak.
Selain itu Presiden juga diminta lebih tegas terhadap para aparatur negara yang terlibat korupsi. Dua institusi penegak hukum, yakni Kepolisian dan Kejaksaan, dianggap tak serius menggarap kasus korupsi. Ketidakseriusan ini terlihat dari lambatnya kinerja mereka saat memproses kasus-kasus korupsi.
"Presiden memang tak boleh campur tangan ketika proses sudah ditangani pengadilan. Tapi saat masih ditangani polisi dan jaksa, Presiden bisa mempercepat prosesnya. Selama ini proses kasus-kasus korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan sangat lama sehingga rakyat menjadi curiga," kata Ketua Komisi Rekomendasi Musyawarah Alim Ulama Nahdlatul Ulama, Masduki Baidlowi.
DWI RIYANTO AGUSTIAR