TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pusat Penelitian, Pengembangan Konservasi, dan Rehabilitasi, Kementerian Kehutanan, Adi Susmianto, menyatakan keaslian dan kemurnian keanekaragaman hayati hutan hujan tropis Indonesia terancam. Hadirnya jenis-jenis spesies tumbuhan dan satwa asing yang invasif dikhawatirkan bakal menghilangkan keaslian hutan hujan tropis di negara ini.
"Tentunya berakibat negatif terhadap kemurnian spesies tumbuhan dan satwa liar di ekosistem," kata Adi dalam peluncuran program Removing Barrier to Invasive Species Management in Protection and Production Forest in South East Asia-Indonesia, Kamis, 30 Agustus 2012.
Adi menjelaskan, yang dimaksud spesies invasif adalah flora dan fauna yang berdampak negatif bagi ekosistem. Pasal 8 artikel h Convention on Biological Diversity mewajibkan negara mengendalikan dan memusnahkan spesies asing invasif. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994.
Menurut Adi, masih banyak flora dan fauna Indonesia yang belum diketahui namanya. Flora dan fauna tersebut sebagian besar berasal dari Indonesia bagian timur. Di lain pihak, tanpa disadari mulai banyak spesies asing yang mulai masuk ke Indonesia dan mendominasi di hutan hujan tropis.
Kondisi tersebut tidak hanya dialami Indonesia, tetapi juga pada negara-negara lain di Asia Tenggara. Adi menyebutkan perdagangan, pariwisata, serta transportasi sebagai pemicu utama invasi biologis. Sebagai contoh, pada 2005 Indonesia mengimpor 9.604.045 tanaman hias dari Korea Selatan, Belanda, Jepang, dan Amerika.
Di lain pihak, pada sektor kehutanan, dampak ekologis dari invasive alien species (IAS) dapat dilihat di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Di taman nasional tersebut ditemukan serangan acacia nilotica yang berasal dari India.
Invasi bermula pada 1969, yakni saat spesies tersebut ditanam di pinggir taman nasional tersebut. Saat ini sebanyak 50 persen atau sekitar 7.000 hektare area savana telah didominasi spesies tersebut.
Adi mengaku kebijakan pengendalian terhadap serangan spesies invasif masih lemah. Beberapa negara Eropa serta Amerika Serikat, Australia, dan New Zealand telah mengaplikasikan analisis risiko serta cost recovery mechanism dari kehadiran spesies invasif.
Sayangnya, negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, belum menerapkannya. "Perumusan kebijakan nasional pengendalian jenis asing invasif sekarang sedang dalam penyelesaian di Kementerian Lingkungan Hidup," ujarnya.
MARIA YUNIAR