TEMPO.CO, Cikampek - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Evita Herawati Legowo mengatakan pemerintah akan memperketat penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi.
Menurut dia, kebijakan pengurangan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi oleh kendaraan milik instansi pemerintah, badan usaha milik negara dan daerah ternyata belum berdampak signifikan.
Meskipun konsumsi pertamax meningkat, namun penurunan konsumsi premium masih belum signifikan.
"Kami dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan mengetatkan lagi penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi," kata Evita dalam safari Ramadhan 1433 H ke terminal bahan bakar minyak PT Pertamina (Persero) di Cikampek, Selasa, 14 Agustus 2012.
Evita mengatakan langkah penghematan bahan bakar minyak selanjutnya adalah larangan penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi untuk angkutan pertambangan dan perkebunan. Larangan ini akan mulai berlaku pada 1 September 2012 di seluruh Indonesia.
Untuk melayani kebutuhan angkutan pertambangan dan perkebunan, Pertamina menyediakan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) bergerak berupa mobil tangki yang dilengkapi dispenser. Direncanakan akan ada 200 SPBU bergerak di seluruh Indonesia pada September 2012.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan pada akhir Juli 2012 penyaluran premium telah melebihi kuota dengan total penyaluran Januari hingga Juli 2012 mencapai 59 persen kuota. Sementara untuk penyaluran minyak tanah masih di bawah kuota dan solar bersubsidi masih sedikit di atas kuota.
"Pengendalian memang lebih efektif menggunakan sistem tertutup, kuota bahan bakar minyak per kendaraan dibatasi. Tapi perlu waktu untuk menyediakan sistem teknologi informasi," kata Andy ketika ditemui pada kesempatan yang sama.
Sebelumnya Kementerian Keuangan menyatakan gagalnya pengendalian konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi dan menurunnya ekspor baik migas dan non migas menyebabkan meningkatnya defisit perdagangan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik mengakui ada penurunan pendapatan negara dari ekspor minyak. "Produksi minyak kita memang turun. Tapi gas kan naik, ekspornya juga naik," kata Menteri Wacik.
Sementara itu Andy mengatakan tingginya impor bukan karena langkah pengendalian gagal. Andy mengatakan impor yang berjalan saat ini bertujuan memenuhi permintaan yang masih dalam koridor kuota 40 juta kiloliter bahan bakar minyak bersubsidi.
Dalam anggaran pendapatan belanja negara perubahan (APBN-P) 2012 disediakan kuota bahan bakar minyak bersubsidi sebanyak 40 juta kiloliter. Namun konsumsi diperkirakan akan membengkak hingga 44 juta kiloliter. Pemerintah berencana mengajukan tambahan kuota bahan bakar minyak bersubsidi sekitar 2 juta kiloliter hingga 4 juta kiloliter.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita ekonomi lainnya:
Mudik, Maskapai Dapat Jatah Terbang Tambahan
Volume Ekspor CPO Diprediksi Tak Capai Target
Sampai Agustus, Kuota Premium Tinggal 41 Persen
Karyawan Tuntut Katarina Didepak dari Bursa
Transaksi Sepi, IHSG Masih Bisa Menguat
Foxconn Bangun Pabrik di Cikande
Sempat Sentuh 9.500, Rupiah Menguat Tipis