TEMPO.CO, Batam - Badan Pengawasan Obat dan Makanan menyatakan kebanyakan barang ekspor yang ditolak di luar negeri adalah sayuran dan buah. Menurut Kepala BPOM, Lucky S. Slamet, banyak sayuran dan buah Indonesia yang mengandung kloramfenikol.
"Jadi hal tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian," kata Lucky ketika ditemui di Pasar Aviari Batam pada Senin, 23 Juli 2012.
Lucky mengatakan selain itu pangan segar seperti sayur dan buah juga kerap ditemukan formalin dan zat pewarna buatan. Hal itulah yang menyebabkan banyak negara banyak menolak barang dari Indonesia.
"Kami juga terus melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengawasi peredaran pangan segar di pasar-pasar. Selain itu Kementerian Pertanian juga kami minta untuk mengawasi kualitas barang ekspor," ujar dia.
Sebelumnya, Direktur South East Asian Food Science dan Technology Center Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi, menyatakan produk makanan Indonesia bermasalah dalam hal standar keamanan pangan, sehingga sering ditolak oleh negara pengimpor. Dari berbagai macam alasan yang diungkapkan, sebagian besar atau sekitar 60 persen alasan karena produk makanan Indonesia tidak higienis dan cenderung jorok.
Purwiyatno mengungkapkan dari tahun 2002 sampai tahun 2010 masalah produk makanan Indonesia sangat sederhana, yakni kurang higienis. "Artinya ada potensi produk kita diproduksi dengan proses yang kurang memperhatikan kebersihan, sehingga mengancam keamanan makanan saat dikonsumsi.”
Negara yang banyak menolak produk makanan asal Indonesia di antaranya Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan, produk makanan tanpa disertai keterangan berbahasa Inggris atau tidak terdaftar pun ditolak di negara-negara ini. "Hanya, alasan kurang higienis malah yang paling banyak. Hal itu perlu kita benahi jika tidak ingin terus ditolak," ucapnya beberapa waktu lalu.
SYAILENDRA