Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sjamsul Nursalim Dapat Surat Lunas Dengan Syarat

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Komisi Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) menyetujui pemberian surat keterangan lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim dengan syarat. "Akan dimintakan bahwa terhadap tagihan GT Pertochem ke Dipasena dihapuskan," kata Sekretaris KKSK, Lukita D. Tuwo, usai rapat lembaga ini, Rabu (17/3). Lukita mengatakan nilai utang antar-perusahaan Sjamsul ini adalah Rp 1,2 triliun. "Tadi ditanyakan interdept utang antarperusahaan, yakni GT Petrohem dengan Dipasena. Sudah dicek dan memang ada," kata dia. Sjamsul, lanjut Lukita, sesuai dengan hasil kajian Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), KKSK, dan Tim Pengarah Bantuan Hukum BPPN, dianggap telah menyelesaikan kewajibannya. Sjamsul adalah eks pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang mempunyai utang sebesar Rp 28,4 triliun. Debitor peneken perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS)-Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) ini kemudian menyerahkan asetnya ke BPPN, yakni Dipasena, GT Petrochem, dan GT Tire. Hasil uji tuntas keuangan kantor audit independen Ernts and Young Advisory Services (E&Y) menganggap aset yang diserahkan sudah memenuhi syarat.Ketua BPPN Syafruddin Temenggung mengatakan pihaknya masih akan melihat kemungkinan kewajiban di masa mendatang terhadap aset-aset Sjamsul. "Dari situ kalau sudah selesai baru akan buat closing agreement dan surat lunas," kata dia.Sementara, mengenai penyelesaiaan kewajiban Mohamad "Bob" Hasan masih dalam proses. KKSK, kata Lukita, meminta BPPN untuk menyelesaikan persoalan seputar kepemilikan Tugu Pratama. "Penyelesaiannya masalah legal," kata dia. KKSK memberi waktu untuk Bob Hasan sampai BPPN benar-benar mengakhiri tugasnya pada 30 April ini. BPPN menganggap Bob Hasan memiliki 35 persen saham di Tugu Pratama, tapi Bob Hasan menyangkalnya. "Dari dokumen, BPPN melihat kepemilikan itu adalah Bob Hasan, tapi ia menyangkalnya," kata Lukita. Bob Hasan merupakan bekas pemilik Bank Umum Nasional (BUN) dengan total kewajiban Rp 5,341 triliun. Pengusaha hutan ini juga merupakan penandatangan MSAA.KKSK juga telah menyetujui pemberian surat lunas kepada empat penanda tangan akte pengakuan utang (APU), yaitu The Tje Min (Bank Hastin, Rp 139,791 miliar), Nirwan D. Bakrie (BNN, Rp 3,359 triliun), Husodo Angkosubroto (Bank Sewu Int., Rp 209,205 miliar), serta The Ning Khong (Bank Baja Internasional, Rp 45,139 miliar). Sesuai dengan hasil evaluasi, maka keempatnya dikatakan telah menyelesaikan kewajibannya, kata Lukita.Selain itu, KKSK juga memberikan kesempatan lagi kepada enam obligor APU yang sebelumnya dianggap tidak bisa menyelesaikan kewajibannya. Keenam obligor yang diberi kesempatan ini di antaranya Sinivasan serta bekas pemilik Bank Namura, Lidia Muchtar dan Omar Putihrai.Lukita mengatakan pemberian peluang tambahan ini mengingat keputusan presiden untuk menyelesaikan PKPS pada 30 April, bukan 27 Februari. Mereka akan diberi waktu sampai akhir Maret untuk menyelesaikan 100 persen kewajibannya, kata dia. Kalau lebih dari akhir Maret maka obligor ini akan dinyatakan nonkooperatif. Dalam siaran pers BPPN pada 20 Februari 2004, terdapat 17 pemegang saham yang dinyatakan tidak kooperatif, yakni 15 APU dan 2 MRNIA. "Waktu itu bukan dinyatakan tidak kooperatif. Tapi tidak bisa menyelesaikan," kilah Lukita.Mereka adalah Samadikun Hartono (Bank Modern), Kaharuddin Ongko (Bank Umum Nasional), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), Atang Latief (Bank Indonesia Raya), Lidia Muchtar dan Omar Putihrai (Bank Tamara), Adisaputra Januardy dan James Januardy (Bank Namura Yasonta), Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa), Santosa Sumali (Bank Metropolitan dan Bank Bahari), Fadel Muhammad (Bank Intan), Baringin MH Panggabean dan Joseph Januardy (Bank Namura Internusa), Trijono Gondokusumo (bank Putera Surya Perkasa), Hengky Wijaya dan Tony Tanjung (Bank Tata), I Gde Dermawan dan Made Sudiarta (Bank Aken), Tarunojo Nusa dan David Nusa Widjadja (Bank Umum Servitia).Yandi MR - Tempo News Room
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kasus BLBI, KPK Belum Bisa Panggil Paksa Sjamsul Nursalim

3 Januari 2018

Sjamsul Nursalim. Dok.TEMPO
Kasus BLBI, KPK Belum Bisa Panggil Paksa Sjamsul Nursalim

KPK terkendala persoalan yuridiksi karena Sjamsul Nursalim tinggal di Singapura.


KPK Pertimbangkan Jemput Sjamsul Nursalim di Singapura

8 November 2017

Mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Mahasiswa Melawan Lupa (Mama) Mega Korupsi BLBI terlibat bentrok dengan aparat kepolisian dalam demo di depan gedung KPK, Jakarta, 23 Mei 2017. Mereka mendesak KPK menyeret bos Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Syamsul Nursalim, Boyke Gozali serta Artalyta Suryani. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
KPK Pertimbangkan Jemput Sjamsul Nursalim di Singapura

KPK bakal menjemput Sjamsul Nursalim yang diduga masih berada di Singapura. Dia sudah tiga kali mangkir panggilan KPK.


Kasus BLBI, Sjamsul Nursalim 2 Kali Mangkir dari Panggilan KPK

25 Agustus 2017

Sjamsul Nursalim. Dok.TEMPO
Kasus BLBI, Sjamsul Nursalim 2 Kali Mangkir dari Panggilan KPK

Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, kembali mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.


Korupsi BLBI, KPK Panggil Kembali Sjamsul Nursalim dan Istrinya  

25 Agustus 2017

Sjamsul Nursalim. Dok.TEMPO
Korupsi BLBI, KPK Panggil Kembali Sjamsul Nursalim dan Istrinya  

KPK memanggil ulang obligor BLBI, Sjamsul Nursalim, dan istrinya sebagai saksi Syafruddin Temenggung dalam kasus BLBI.


Kasus Korupsi BLBI, KPK Bakal Jerat dengan Pidana Korporasi  

16 Mei 2017

Sjamsul Nursalim. Dok.TEMPO
Kasus Korupsi BLBI, KPK Bakal Jerat dengan Pidana Korporasi  

KPK bakal mengarahkan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada pidana korporasi untuk memaksimalkan pengembalian aset negara.


Kasus Korupsi BLBI, KPK Sita Dokumen dan Periksa 20 Petani Tambak  

16 Mei 2017

Sjamsul Nursalim. Dok.TEMPO
Kasus Korupsi BLBI, KPK Sita Dokumen dan Periksa 20 Petani Tambak  

KPK menyita sejumlah dokumen terkait dengan penyidikan tindak pidana korupsi BLBI dalam pemberian Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim.


Kasus BLBI, Penyelamatan Sjamsul Nursalim Dirancang Sejak Lama

28 April 2017

Sjamsul Nursalim. Dok.TEMPO
Kasus BLBI, Penyelamatan Sjamsul Nursalim Dirancang Sejak Lama

KPK menelusuri seluk-beluk penerbitan surat keterangan lunas untuk obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim.


Kasus BLBI, KPK Kejar Sisa Utang Sjamsul Nursalim

27 April 2017

TEMPO/ Gunawan Wicaksono
Kasus BLBI, KPK Kejar Sisa Utang Sjamsul Nursalim

KPK akan segera melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada Sjamsul Nursalim, yang kini berada di Singapura.


Usut Kasus BLBI, Pukat UGM: KPK Harus Bisa Kombinasi Aturan Hukum

26 April 2017

Sejumlah massa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung KPK, Jakarta, 27 Januari 2016. Mereka mendesak Pimpinan KPK yang baru untuk segera mengusut kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Usut Kasus BLBI, Pukat UGM: KPK Harus Bisa Kombinasi Aturan Hukum

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Oce Madril mengatakan KPK harus bisa mengombinasikan berbagai aturan hukum dalam pengusutan kasus lawas BLBI.


Australia Belum Bisa Serahkan Terpidana BLBI

11 Januari 2011

TEMPO/Adri Irianto
Australia Belum Bisa Serahkan Terpidana BLBI

Alasan Pemerintah Australia, Andrian Kiki sedang mengajukan judicial review.