TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Pindang Ikan Indonesia (DPP Appikando) mendesak pemerintah menghentikan sementara izin impor bahan baku pindang. Sebab, mereka menengarai terjadi penyalahgunaan izin kuota impor yang diberikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Banyak terjadi impor bahan baku pindang ikan di luar mekanisme DPP Appikando. Ini liar dan tanpa pengawasan memadai dari pihak berwenang," kata Ketua Bidang Pengembangan Usaha, Erwin Ricardo Silalahi, di Jakarta, Kamis, 31 Mei 2012.
Menurut Sekretaris Jenderal Appikando, Toni Marta Johan, sejak keran impor ikan pindang dibuka lagi dua bulan terakhir, Appikando telah mendatangkan sekitar 20 ribu ton ikan tiap bulan. Namun di luar izin resmi itu, terindikasi ada ikan ilegal yang masuk di sentra-sentra ikan nasional, misalnya di Surabaya.
Namun Toni belum dapat memastikan berapa jumlah ikan yang berasal dari impor liar tersebut. Menurut dia, Appikando masih memerlukan waktu untuk melakukan evaluasi atas realisasi impor bahan baku pindang ikan itu.
Untuk itu, impor pindang ikan harus dihentikan sementara sambil menunggu DPP menyelesaikan evaluasi. Selain itu, penghentian impor juga diperlukan menjelang musim panen ikan. "Musim panen diperkirakan mulai Juli, selama empat bulan ke depan," ujarnya.
Ketika musim panen itu telah berlalu, kata Toni, Appikando bisa kembali mengajukan permintaan impor pada pemerintah jika stok kurang. "Ini untuk menjaga stabilitas bahan baku dan harga. Supaya kami untung, nelayan untung," ujarnya.
Menurut dia, kondisi yang mulai mengkhawatirkan berupa harga ikan impor yang sudah semakin mendekati harga ikan lokal dalam negeri, yakni sekitar Rp 9.000. Persaingan harga antar importir juga semakin tak sehat.
Untuk mempermudah identifikasi kebocoran, Appikindo telah meminta adanya transparansi impor yang dilakukan oleh pengusaha ikan lainnya. Sebab, pemegang izin impor tak hanya Appikando, tapi juga pengusaha ikan pengalengan.
NUR ALFIYAH