TEMPO.CO, Jakarta -Importir daging sapi menunggu keputusan pemerintah atas kemungkinan penghentian atau pembatasan impor karena merebaknya wabah penyakit sapi gila di Amerika Serikat. "Yang berwenang Kementerian Pertanian dan Dirjen Peternakan. Jadi kami menunggu seberapa berat mereka mengambil keputusan," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia, Thomas Sembiring, di Jakarta, Kamis, 26 April 2012.
Thomas menuturkan tahun ini pemerintah membatasi impor daging menjadi 20 ribu ton per semester. Sebanyak 20 persen di antaranya berasal dari Amerika Serikat. Sisanya, dari New Zealand 40 persen dan Australia 40 persen.
Khusus daging asal Amerika, menurut Thomas, biasanya para importir membeli dua jenis yakni jeroan dan daging premium. Daging-daging tersebut paling banyak dipasarkan di tiga provinisi. "Sekitar 70-80 persen habis di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten," ujarnya. Tiga wilayah ini paling banyak mendapatkan daging impor karena tak memiliki sapi lokal. Jakarta, misalnya, 100 persen kebutuhan daging dipasok dari impor. Padahal tingkat konsumsi di daerah ini tinggi. Sisanya didistribusikan ke Batam dan hotel berbintang di daerah lain.
Sebelumnya Kementerian Pertanian menyatakan akan berkoordinasi terkait dengan wabah sapi gila tersebut. "Direktur Jenderal Peternakan akan membahas masalah itu secepatnya," kata Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, kemarin.
Rusman mengatakan pemerintah juga akan mengundang otoritas pertanian Amerika Serikat untuk menjelaskan masalah ini. Kementerian Pertanian tengah mempelajari seberapa serius wabah ini menyerang peternakan sapi di Amerika. Jika masalah telah jelas, baru pemerintah mengeluarkan kebijakan penanganan.
Penyakit sapi gila menyerang peternakan sapi perah di California, Amerika Serikat, awal pekan ini. Hewan berpenyakit itu di antaranya ditemukan di peternakan milik Baker Commodities di kawasan Hanford. Kasus ini merupakan temuan pertama dalam enam tahun terakhir.
NUR ALFIYAH