TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai menyempurnakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) menyusul pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia tentang penerimaan devisa hasil ekspor. Dalam dokumen PEB, Ditjen Bea Cukai mewajibkan eksportir mencantumkan bank devisa tempat pembayaran transaksi perdagangan atau ekspor impor.
"Penyebutan nama bank devisa ini sifatnya mandatory atau wajib dicantumkan," kata Pelaksana Tugas Kepala Sub-Direktorat Pengolahan Data dan Pelayanan Informasi Dirjen Bea Cukai, Akhyat Mujayin, Rabu, 25 April 2012.
Peraturan baru tersebut resmi terbit pada Jumat, 20 April 2012, dan baru akan berlaku pada 1 Juni 2012. "Kami akan sosialisasi sebulan ini," ujar Akhyat. Sementara ini ekportir masih menggunakan ketentuan PEB lama.
Selain aturan pencantuman nama bank devisa dalam PEB, eksportir juga diwajibkan mencatatkan nomor dan tanggal invoice, nomor polisi intermoda, pelabuhan muat asal, pelabuhan muat ekspor, dan daerah asal barang dalam laporan kepabeanan.
Tahun lalu Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/20/PBI/2011. Dalam aturan tersebut BI mewajibkan eksportir di Indonesia memarkir hasil ekspor mereka pada bank-bank devisa di dalam negeri mulai Januari 2012.
BI pun mewajibkan eksportir menyampaikan pemerincian transaksi ekspor (RTE) kepada bank devisa. Pemerincian ini nantinya akan disampaikan bank ke BI. Laporan RTE ini melaporkan semua pemberitahuan ekspor barang (PEB) dan devisa hasil ekspor yang telah diterima di Indonesia.
Hasil devisa tahun 2012 wajib diterima melalui bank devisa dalam negeri paling lama 6 bulan setelah tanggal PEB. Mulai 2013, batas penerimaan devisa dipercepat menjadi 3 bulan setelah PEB. BI memberikan masa transisi hingga akhir 2012 untuk eksportir yang masih terikat perjanjian dengan bank di luar negeri. Setelah itu, eksportir wajib memarkir devisa hasil ekspornya di perbankan dalam negeri.
MARTHA THERTINA