TEMPO.CO, Tangerang - Upaya pemerintah Kabupaten Tangerang untuk mengurangi pemakaian air tanah sebagai langkah mengendalikan dan melestarikan lingkungan terancam gagal. Sebab kalangan industri menolak menggunakan air bersih yang dikelola PT Aetra Air Tangerang karena tarifnya sangat mahal.
"Perusahaan keberatan dan menganggap tarif air Aetra sangat tinggi,”ujar Kepala Bidang Pelayanan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kabupaten Tangerang Ahmad Hafiz, Senin 6 Februari 2012.
Menurut Hafiz, sejauh ini BP2T memang mengurus perpanjangan Surat Izin Penggunaan Air Tanah perusahaan-perusahaan di Kabupaten Tangerang yang memakai air tanah sebagai bahan baku produksinya. Berdasarkan data, tercatat 1.384 perusahaan di Kabupaten Tangerang menggunakan air tanah.
Berdasarkan kesepakatan kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dan PT Aetra Air Tangerang terkait dengan pengolahan air bersih di wilayah itu, industri-industri yang terlewati jalur air bersih Aetra seperti di Sepatan, Pasar Kemis, Cikupa, Balaraja, dan Jayanti diminta menghentikan pemakaian air tanah dan beralih menggunakan air bersih yang diproduksi Aetra.
”Perusahaan yang selama ini menggunakan air tanah kami arahkan menjadi pelanggan Aetra, sehingga pemakaian air tanah bisa dihentikan,” kata Hafiz.
Hafiz mengakui jumlah industri yang mengurus izin pemakaian air tanah memang masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan di Kabupaten Tangerang yang saat ini mencapai 4.000 lebih. ”Tapi penghentian pemakaian air tanah kami mulai dari industri yang terdata aktif menggunakan air tanah dulu,” katanya.
Soal tingginya harga air Aetra tersebut diakui oleh perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang. Salah satunya adalah PT Ecofiber. Produsen serat fiber terbesar di kawasan itu mengaku tarif air tersebut sangat memberatkan kalangan industri.
”Sangat berat buat kami. Untuk air bersih saja biaya melonjak hingga 50 kali lipat,” ujar Kepala Human Resource Development PT Ecofiber, Titin Supriatin.
JONIANSYAH