TEMPO Interaktif, Bandung - Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat meminta pemerintah mempercepat proses perjanjian pasar bebas atau Free Trade Agreement dengan Eropa untuk mendongkrak pertumbuhan industri dalam negeri. ”Multiplier effect-nya akan menumbuhkan industri di sini,” katanya di Bandung, Selasa, 27 September 2011.
Dia mengatakan penetrasi produk ekspor Indonesia ke Eropa selalu kalah dengan negara lain karena bebas bea masuk. Sejumlah negara yang sudah menjalin kerja sama FTA dengan Eropa menikmati pertumbuhan ekspor luar biasa dengan cara itu.
Ade mencontohkan Bangladesh dan Kamboja menikmati bea masuk 0 persen itu, baru dengan fasilitas GSP yang diberlakukan negara Eropa pada negara belum berkembang. Dua negara itu menikmati pertumbuhan ekspor sampai ratusan persen. Barang ekspor Indonesia sendiri terkena bea masuk di negara-negara Eropa hingga 12 persen.
Saat ini nilai ekspor Indonesia ke Eropa terhitung kecil, baru berkisar US$ 1,5 miliar, masih kalah dibanding eksposur ke Amerika yang menembus US$ 5 miliar. Dengan pembukaan perdagangan pasar bebas dengan Eropa investasi dari Eropa akan meningkat dan menimbulkan efek berlipat bagi industri.
Sejumlah negara berkembang yang jadi pesaing Indonesia seperti Malaysia dan India tengah merintis perjanjian pasar bebas dengan Eropa.
Menanggapi itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan perundingan perdagangan bebas biasanya makan waktu lama hingga lima tahun. Negosiasi akan sulit dipercepat karena banyak persoalan yang harus dibicarakan, misalnya terkait persyaratan ketat dan spesifikasi produk yang bisa diterima di pasar Eropa.
Terkait permintaan industri untuk mendongkrak penetrasi ekspor ke Eropa, Hidayat menilai sektor tekstil dan pertanian bisa lebih agresif maju duluan ketimbang menunggu pakta perdagangan bebas. “Itu relatif cepat dibanding FTA yang baru bisa terwujud setelah keseluruhan peraturan di Eropa match dengan Indonesia,”
AHMAD FIKRI