TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh menyatakan salah satu faktor yang membuat pembangunan infrastruktur energi terhambat adalah subsidi untuk energi yang selalu membengkak dari perhitungan semula.
"Saat penetapan subsidi bahan bakar minyak dan listrik, selalu membengkak dan selalu direvisi dari jumlah semula sehingga menghambat kemampuan negara membiayai infrastruktur yang lebih strategis bagi bangsa," ujar Darwin, dalam pesan pendeknya kepada Tempo, Ahad, 18 September 2011.
Padahal investasi infrastruktur energi sangat penting untuk menghasilkan energi yang lebih ekonomis, terjangkau, dan berkelanjutan. Darwin menegaskan subsidi memang hak yang harus dijamin dan diberikan pemerintah kepada rakyatnya. Namun dalam hal ini hanya bagi masyarakat yang kurang mampu.
Masalahnya, kelompok masyarakat yang berdaya beli rendah masih sangat banyak. Dari sisi jumlah tenaga kerja informal saja, saat ini masih mencapai 67 persen dari total pekerja yang ada di Indonesia.
Darwin mendorong agar pemerintah dan perusahaan-perusahaan mau memberdayakan para pekerja informal tersebut untuk memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat. "Kita harus gencar buat program terobosan," ujarnya.
Salah satu caranya adalah perusahaan yang bergerak dalam pengelolaan sumber daya alam, seperti mineral, batu bara, maupun minyak dan gas, terjun langsung dalam meningkatkan sumber daya manusia dan tenaga kerja di sekitar daerah tambang mereka.
Dia juga meminta para pengusaha di sektor mineral, batu bara, dan migas, lebih berkomitmen untuk mengembangkan energi baru terbarukan. "Kita juga perlu menelaah ulang dan meningkatkan serta menajamkan strategi dalam APBN agar tidak terpaku dalam peningkatan pajak dan pembiayaan subsidi saja," ucap Menteri.
Selama infrastruktur kurang memadai dan tidak dikembangkan, Darwin yakin selama itu pula beban subsidi energi negara akan terus membengkak. Kementerian ESDM, katanya, telah memiliki program-program di sektor tersebut.
Namun sayang, upaya tersebut masih sering diganjal oleh kalangan tertentu yang memiliki kepentingan dalam bisnis bahan bakar minyak. "Ada yang tidak suka kita punya kilang lebih banyak, tidak senang gas menggantikan BBM dalam pembangkit listrik dan transportasi kita," ujar dia.
GUSTIDHA BUDIARTIE