TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Energi Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh menuding membengkaknya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi karena besarnya penyelewengan penggunaan bensin di lapangan. Berbagai pihak yang tak berhak malah ikut menggunakan minyak bersubsidi, seperti industri, pertambangan, dan perkebunan.
Untuk menjawab masalah ini, Kementerian Energi bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri akan memberdayakan peran pemerintah daerah untuk mengatur dan mengawasi secara lebih ketat penyaluran BBM bersubsidi. “Jika satu Pemda kendor, maka Pemda lain akan kena dampaknya,” ujarnya, Rabu, 7 September 2011.
Ia menyatakan hingga kini tidak ada perubahan kuota BBM bersubsidi. Berdasarkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, kuota BBM bersubsidi tahun ini sudah jelas. Dari semula kuota minyak bersubsidi sebesar 38,5 juta kiloliter kemudian dikoreksi menjadi 40,49 juta kiloliter.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR Harry Azhar Azis menegaskan kuota BBM bersubsidi di APBN-P 2011 sudah tak bisa diutak atik lagi. ”Sudah tak bisa ditambah,” ujarnya.
Hal ini menanggapi prediksi anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Adi Subagyo bahwa konsumsi BBM bersubsidi bisa tembus 41,8 juta kiloliter di akhir tahun. Terlebih dari catatan BPH Migas, hingga akhir bulan lalu, konsumsi BBM bersubsidi mencapai 67,32 persen dari kuota.
Jika tak ada tindakan apa pun, kata Adi, maka realisasi konsumsi BBM pasti bakal melonjak. Tambahnya konsumsi ini yang bakal menambah subsidi yang ditanggung negara.
Semula dengan kuota 38,5 juta kiloliter nilai subsidi mencapai Rp 95,96 triliun. Subsidi membengkak jadi Rp 117 juta kiloliter saat jatah BBM ditambah jadi 40,49 juta kiloliter.
NUR ROCHMI