TEMPO Interaktif, Jakarta - Produsen kertas, PT Kertas Nusantara, lolos dari ancaman pailit setelah 89 persen atau 120 kreditor dari 143 kreditor setuju memberi perpanjangan masa pembayaran utang. Keputusan ini diambil dalam rapat pemungutan suara yang diadakan untuk memutuskan menolak atau menerima proposal perpanjangan pembayaran utang perusahaan milik Prabowo Subianto itu.
Hakim pengawas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Marsudin Nainggolan, yang ikut serta dalam rapat, mengatakan pengesahan perpanjangan masa pembayaran akan dilakukan pada 27 Juli mendatang. Perpanjangan masa pembayaran terhitung mulai 2013. Marsudin membantah dugaan intervensi dan pengarahan terhadap kreditor untuk menyetujui proposal. "Tidak ada pengarahan, kan tergantung floor," katanya di Jakarta, Kamis, 21 Juli 2011.
Baca Juga:
Data kurator kepailitan dan pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menunjukkan, utang perusahaan terdiri atas Rp 7, 94 triliun kepada kreditor separatis, Rp 5,616 triliun kepada kreditor konkuren yang diakui, dan Rp 734 miliar kepada kreditor konkuren yang diakui sementara.
Kreditor konkuren adalah kreditor yang tidak dijamin dengan aset perseroan. Adapun kreditor separatis sebaliknya. Kreditor separatis di antaranya Boshendal Investment Ltd, Langass Offshore Inc, JP Morgan Europe Ltd, PT Binaartha Parama, PT Sucorinvest Central Gani, Credit Suisse Internasional, dan PT Dhanawibawa Arthacemerlang.
Pada 9 Juni lalu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memerintahkan Kertas Nusantara membayar utang senilai Rp 142 miliar kepada PT Multi Alphabet Dinamika. Jangka waktu pembayaran selama 45 hari atau jatuh tempo pada 24 Juli mendatang. Jika tidak dibayar, perseroan akan dinyatakan pailit atau bangkrut.
Untuk menghindari kebangkrutan, perseroan mengajukan rencana perdamaian dengan kreditor. Dalam proposal rencana perdamaian yang diperoleh Tempo disebutkan, perseroan mengajukan perpanjangan pembayaran utang selama 15 tahun kepada kreditor separatis dan 20 tahun kepada kreditor konkuren terhitung sejak 2013.
Sheila Salomo, kuasa hukum Allied Ever Investment Ltd, satu satu kreditor yang menolak usul perdamaian, mengatakan proposal dibuat sangat sederhana. Padahal utang perusahaan yang dulu bernama Kiani Kertas ini sebesar Rp 14,31 triliun. "Banyak hal yang harus diperiksa dan dipelajari. Apalagi laporan keuangan mereka juga tidak diaudit. Yang diaudit baru disampaikan kemarin," katanya.
Sheila mengaku kecewa kepada hakim pengawas yang tidak mempertimbangkan keberatan pihaknya. Dalam rapat voting, hakim pengawas lebih memilih melemparkan keputusan kepada para peserta rapat. "Harusnya hakim melihat dan meletakkan hal ini pada proporsi yang benar," ujarnya.
PRIHANDOKO