TEMPO Interaktif, Tokyo - Perekonomian Jepang mulai menggeliat pasca-tsunami yang menghantam negara itu pada Maret lalu. Departemen Keuangan Jepang hari ini, Kamis, 21 Juli 2011, merilis neraca perdagangan surplus 70,7 miliar yen atau US$ 897,4 juta.
Angka ini mengkonfirmasi pandangan para ekonom sektor publik dan swasta bahwa perusahaan-perusahaan besar lebih cepat pulih dari perkiraan. Gangguan rantai pasokan dan krisis pembangkit listrik tenaga nuklir bisa diatasi dengan segera.
Nilai ekspor Jepang turun 1,6 persen pada Juni lalu setelah pada April dan Mei mengalami penurunan 4 persen.
Surplus perdagangan barang ini lebih baik bila dibandingkan dengan defisit 148,6 juta yen yang diperkirakan ekonom hasil survei Dow Jones Newswires dan Nikkei, dan muncul setelah defisit 855,8 juta yen pada Mei dan 467,7 juta yen pada April lalu.
Bank of Japan (BoJ) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Jepang akan terus tumbuh sampai akhir tahun ini. Namun pelambatan ekonomi di Cina serta risiko utang Eropa dan Amerika Serikat dikhawatirkan menghambat laju ekspor Jepang.
Baca Juga:
Dolar mencapai titik terendah terhadap yen dalam empat bulan terakhir, yang sempat menyentuh 78,45 yen per dolar. Analis memprediksi penguatan yen karena ada kekhawatiran gagalnya perundingan antara politikus dan Presiden Amerika Serikat.
"Ekspor bisa terus pulih pada Juli dan Agustus," kata Yasuo Yamamoto, ekonom senior dari Mizuho Research Institute. "Setelah itu, hal-hal yang bisa sulit bisa terjadi jika yen terus menguat dan ekonomi luar negeri lambat lagi."
BoJ, menurut Yamamoto, harus mampu menunda kebijakan. Namun mereka harus berhati-hati terhadap penguatan yen.
Ekspor mobil meningkat secara signifikan pada Juni lalu. Sebagian produsen membuat kemajuan lebih lanjut dalam memperbaiki rantai pasokan yang sempat terganggu.
Angka ekspor Jepang ke Cina naik 1,2 persen dari tahun sebelumnya, sementara ke Uni Eropa naik 8 persen. Kenaikan itu yang pertama dalam tiga bulan ini.
Sedangkan angka ekspor ke Amerika Serikat year-to-year turun 6,1 persen pada Juni. Namun itu lebih baik ketimbang pada Mei lalu, yang anjlok sampai 14,6 persen.
Penurunan pada Juni itu merupakan kejadian empat bulan berturut-turut. Penyebabnya seretnya pasokan mobil dan komponen elektronik, tapi lebih kecil dibanding angka pada Mei, yang mencapai 10,3, dan April (12,4).
Angka impor naik 9,8 persen bulan ini, naik setelah 18 bulan berjalan, tapi lebih rendah dari perkiraan ekonom yang memprediksi sampai 11 persen.
Dalam penjelasan kepada wartawan, seorang pejabat kementerian mengatakan perbaikan di sektor otomotif menjadi pendorong naiknya angka perdagangan. Angka ekspor mobil turun 12,5 persen dari tahun sebelumnya pada Juni, setelah pada Mei anjlok 38,9 persen dan 67 persen pada April lalu.
WALLSTREETJOURNAL | REUTERS | ERWINDAR