TEMPO Interaktif, Jakarta - Pelaku bisnis perdagangan internasional cukup optimistis terhadap prospek perdagangan antarnegara. Keyakinan tersebut muncul di tengah berbagai tantangan ekonomi, seperti inflasi dan pemberlakuan perdagangan bebas di sejumlah kawasan.
Mengutip HSBC Trade Confidence Index yang dirilis April lalu, Head of Trade HSBC Indonesia Nirmala Salli mengatakan, volume perdagangan selama 6 bulan ke depan masih terus bertumbuh. Begitu pula dengan kebutuhan dan akses pembiayaan perdagangan.
"Namun, kurangnya informasi mengenai regulasi, perkembangan pasar, dan seluk-beluk bisnis perdagangan internasional, masih menjadi penghalang utama bagi pelaku bisnis untuk berkembang ke luar negeri," kata Nurmala dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu, 30 Juni 2011.
Direktur Pengembangan Sucofindo, Hadrian Sjah Razad, menambahkan lemahnya daya saing pebisnis di luar negeri karena rendahnya standar barang. Riset pasar menjadi syarat penting untuk menyesuaikan standar barang agar pebisnis tak masuk kategori terbawah dalam perdagangan.
Sejatinya bagi pebisnis, kata Nurmala, yang penting kestabilan nilai tukar. Pebisnis kesulitan jika pendapatan berbentuk kurs dolar Amerika Serikat dan kewajiban dibayar dalam rupiah. "Kalau minggu ini kurs dolar di 9.000, tapi bulan depan turun menjadi 8.000, akan terjadi exposure exchange rate," katanya.
HSBC, kata Nurmala, akan meminta nasabah melakukan hedging (lindung nilai) dalam membantu menangani selisih kerugian kurs itu. Asalkan, ada transaksi penjaminan (underlying transaction). Fasilitas hedging berlaku 1-3 bulan ke depan untuk semua komoditas kecuali perdagangan berjangka.
Ekspansi dagang juga terhambat hal lain, seperti aturan yang tumpang tindih, izin yang lambat, dan keterbatasan infrastruktur. Hambatan ini sangat dirasakan antara lain oleh pengusaha batu bara. Padahal batu bara merupakan bisnis potensial karena menyumbang 27 persen kebutuhan energi primer dunia.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia atau atau Indonesian Coal Mining Association APBI-ICMA, Abdul Latief Baky, mengatakan, sedikitnya ada 16 beleid yang tumpang tindih, semisal undang-undang mineral dan batu bara serta aturan di kehutanan.
ROSALINA