TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana untuk menjadikan Kota Surakarta sebagai pusat pengolahan rumput laut. Selama ini, rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk barang mentah.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Safri Fauzi, mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil rumput laut terbesar di dunia. Namun, industri pengolahannya masih minim dan hanya didominasi oleh industri skala besar. “Lebih banyak dieskpor dalam bentuk rumput laut kering,” kata Safri saat ditemui di Surakarta, Jumat, 24 Juni 2011.
Pemerintah berharap Indonesia mampu mengekspor rumput laut dalam bentuk olahan sebagai bahan baku pembuatan makanan, tekstil, kertas, serta Industri lainnya. “Industri pengolahannya harus diperkuat,” kata Safri. Dalam waktu dekat, pihaknya akan membuat komitmen dengan Pemerintah Kota Surakarta untuk membentuk pusat pengembangan industri pengolahan rumput laut.
Dia mengakui bahwa Surakarta sebenarnya bukan penghasil rumput laut. Bahkan kota tersebut terletak jauh dari pantai. “Namun, Surakarta telah memiliki lembaga pengembangan teknologi pengolah rumput laut,” kata Safri. Lembaga itu adalah Solo Techno Park yang saat ini digarap bersama oleh Pemerintah Kota Surakarta bersama Akademi Teknik Mesin Industri Surakarta.
Dia berharap pengembangan industri pengolahan tersebut mampu menaikkan produksi rumput laut hingga lima kali lipat pada 2014 mendatang. “Saat ini, terdapat 19 cluster yang terlibat dalam produksi rumput laut,” kata Safri. Dia berharap tiga tahun ke depan, jumlah cluster itu bisa berkembang menjadi 70 buah.
Dia yakin bahwa pengembangan cluster itu akan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Satu cluster budidaya rumput laut setidaknya mampu menyerap tenaga kerja hingga 3 ribu orang. “Industri ini merupakan jenis padat karya,” katanya.
Direktur Akademi Teknik Mesin industri Surakarta JB Clay Pareira menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan riset selama lima tahun dalam pembuatan mesin pengolah rumput laut. “Selama ini, informasi tentang teknologinya sangat terbatas dan hanya dimiliki oleh perusahaan besar,” kata Clay.
Dia yakin peralatan yang dibuat akan mampu menarik investor, terutama pengusaha di tingkat lokal. “Nilai investasinya cukup Rp 8 miliar,” kata Clay. Mesin yang dibuat juga menggunakan tenaga matahari sehingga mampu menghemat biaya produksi,
Dia menjelaskan bahwa mesin tersebut mampu mengolah rumput laut basah hingga menjadi formula. Hasil produksi berupa formula itu merupakan bahan baku bagi 500 jenis industri. “Mulai dari agar-agar, tekstil, kertas, susu, hingga es krim,” kata Clay.
Saat ini, Akademi Teknik Industri Surakarta telah memiliki proyek percobaan pengolahan rumput laut. Mereka mampu menghasilkan satu kuintal formula tiap hari. “Kami tidak mampu memenuhi permintaan yang jumlahnya mencapai metrik ton setahun,” kata Clay.
AHMAD RAFIQ