TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), Suryo Alam, mengatakan, lembaganya berharap mendapat tambahan lahan 500 ribu hektare untuk dijadikan lahan tebu baru. Lahan itu bagian dari 900 ribu hektare yang akan dilepaskan Kementerian Kehutanan.
Delapan anggota AGRI telah mengajukan permintaan lahan di Papua, Merauke, Sulawesi Tenggara, dan Sumbawa. Asosiasi memerlukan lahan baru agar dapat menghentikan impor gula mentah dalam pembuatan gula rafinasi. Meski izin impor naik saban tahun, jumlahnya belum sesuai kapasitas produksi AGRI.
Kapasitas produksi AGRI mencapai 3,2 juta ton per tahun. Izin impor bahan baku pada 2009 hanya untuk produksi gula rafinasi 2 juta ton. Pada 2010 untuk produksi 2,2 juta ton, dan pada 2011 untuk produksi 2,4 juta ton. “AGRI masih dapat memproduksi hampir satu juta ton,” kata Suryo di Jakarta, Rabu, 22 Juni 2011.
Menanggapi permintaan tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Hadi Daryanto, mengatakan pemerintah masih menunggu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi selesai. “Sepanjang rencana tata ruang selesai dan jelas, pasti kementerian merespons,” ujarnya.
Apalagi, menurut Hadi, pelepasan lahan menjadi program nasional yang langsung diawasi presiden. Lahan seluas 900 ribu hektare merupakan lahan yang dilepaskan izin prinsipnya. Kementerian Kehutanan telah menjanjikan lahan itu kepada Kementerian Pertanian sejak lima tahun lalu.
Namun, AGRI belum mengetahui investasi pasti untuk pengembangan lahan tersebut. Untuk menghasilkan 1.000 ton gula per hari, AGRI memerlukan lahan 20 ribu hektare senilai Rp 1,2 triliun. “Dari luas lahan itu dihasilkan 100-150 ribu ton gula per hari,” kata Suryo.
Jika permintaan lahan terpenuhi, AGRI memperkirakan dalam 5-6 tahun Indonesia tak perlu mengimpor gula mentah untuk pembuatan gula rafinasi. Tapi realisasi lahan tergantung Kementerian Kehutanan dan pemerintah setempat. “Masih menunggu izin bupati,” kata Ketua AGRI, Melvin Korompis.
ATMI PERTIWI