Untuk membeli Indosiar, perusahaan milik keluarga Sariatmadja menggadaikan 1,6 miliar saham anak usahanya, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), kepada Standard Chartered Bank dan Citibank N.A senilai Rp 1,5 triliun, Kamis pekan lalu.
Jumlah saham itu setara dengan 85,78 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh Surya Citra. Rencana gadai ini sudah mendapat restu dari dewan komisaris dan pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham luar biasa pekan lalu, kata Titi.
Akuisisi saham Indosiar adalah bagian dari perjanjian tukar guling saham antara keluarga Salim, pemilik Indosiar, dengan keluarga Sariaatmadja, pemilik SCTV.
Kedua keluarga itu menyepakati tukar guling 56,4 persen saham PT PP Lonsum Tbk milik keluarga Sariatmadja, dengan 27,24 persen saham Indosiar.
Namun, saat keluarga Salim sudah menguasai mayoritas saham Lonsum, keluarga Sariatmadja tak kunjung mendapatkan saham Indosiar.
Kendalanya bermacam-macam. Terutama soal kepemilikan asing di Elang Mahkota sebanyak 33,68 persen (31,68 persen saham The North Trust Company dan 2 persen The North Trust Company S/A AVFC).
Elang Mahkota memiliki 85,78 persen saham Surya Citra Media, yang menguasai 99 persen saham SCTV. Sehingga, secara tidak langsung kepemilikan asing atas SCTV mencapai 28,6 persen.
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Muhammad Riyanto membenarkan ada aturan batas kepemilikan asing pada lembaga penyiaran swasta sebesar 20 persen. Kepemilikan ini bisa secara langsung atau tidak langsung.
Meski begitu, Komisi Penyiaran masih akan mempelajari soal kepemilikan asing pada SCTV. Menurutnya, kewenangan mengawasi porsi saham ada di tangan Kementerian Komunikasi dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Kementerian Komunikasi mengatakan akan memantau rencana Elang Mahkota mengakuisisi saham Indosiar. Kami akan terus pantau, siapa tahu ada potensi pelanggaran, kata juru bicara Kementerian Komunikasi, Gatot Dewa Broto, kemarin.
Ia menjelaskan Undang-Undang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta menggariskan bahwa satu induk usaha hanya boleh memiliki satu frekuensi.
Namun, ketika ditanya perihal potensi pelanggaran, Gatot menjawab,kami akan lihat lebih dulu nanti setelah dievaluasi.
MUHAMMAD TAUFIK | EFRI RITONGA