Seperti diketahui, Citibank tengah didera dua masalah besar. Pertama adalah kasus kematian Irzen Octa, nasabah Citibank yang diduga tewas akibat kekerasan yang dilakukan penagih utang bank. Kedua, kasus penggelapan dana nasabah oleh bekas Relationship Manager Citibank, Inong Malinda.
“Kasus ini menimpa satu bank. Tolong jangan digeneralisir seperti itu. Seolah ada masalah besar di perbankan,” kata Sigit usai menjadi pembicara dalam seminar bertajuk “Masih Amankah Uang Kita Di Bank?” di Jakarta, Kamis (14/4).
Ia khawatir generalisasi kasus akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang tak tepat sasaran. Misalnya soal penagihan utang kredit yang melibatkan jasa outsorcing. Muncul usulan tenaga outsorcing tersebut dihapus. Penagihan utang kemudian dilakukan langsung oleh bank bersangkutan.
“Kalau outsorcing dihapus, bank akan mencari jalan keluar sendiri. Misalnya dengan membuat kredit sistem jual putus. Ujungnya merugikan masyarakat,” katanya.
Senada dengan Sigit, pengamat perbankan Prajoto menilai bahwa peran tenaga outsource dalam penagihan utang kredit tak mungkin ditiadakan. “Saya khawatir bank akan menjual tunggakan utang,” katanya.
Sigit menekankan bahwa yang diperlukan untuk menangani masalah ini adalah memperkuat otoritas Bank Indonesia dalam mengawasi masalah perbankan. Memperjelas wewenangnya dalam memberi hukuman dan sanksi.
Sigit juga meminta agar bank bersangkutan jeli melihat indikasi-indikasi kolusi dan korupsi dalam banknya sendiri. “Dari gaya hidupnya (Malinda) kan seharusnya sudah terlihat ada indikasi,” katanya.
ANANDA BADUDU