"Kalau penjahat di Amerika di tangkap lalu bilang I have right to remain silent. Saya sendirikan kan juga punya hak untuk tidak berkomentar," ujar Saefudin kepada wartawan di sela-sela acara bukan puasa bersama di Wisma BNI, Jakarta, Jumat (14/11).
Menurut dia, pihaknya tidak ingin berpolemik dengan menanggapi pernyataan yang dilkeluarkan oleh banyak pihak mengenai kasus manipulasi kredit ekspor senilai Rp 1,7 triliun tersebut. Sebagai direktur, dirinya tidak bisa memberikan komentar atas sesuatu yang bukan kewenangannya.
Syaifudin juga menolak berkomentar ketika ditanya sikapnya atas pernyataan Gubernur Bank Indonesia yang telah mengeluarkan surat peringatan pada Direksi BNI.
Namun dia menyatakan pihak direksi akan lebih mengikuti seluruh proses hukum yang sudah ada dan berjalan dengan tetap berusaha menegakkan responsibility dan acountibility. Yang terpenting, katanya lagi, pihaknya juga terus berusha melakukan recovery atas dana Rp 1,7 triliun yang telah bobol tersebut.
Proses recovery, menurut Saefudin, dilakukan dengan pola pro aktif dengan cara berupaya menagih kepada perusahan-perusahan yang mmegang L/C atas kredit ekspor yang fiktif tersebut. Selain itu juga dilakukan aksi preventif agar hal tersebut tidak terluang kembali.
Menurut Syaifudin, BNI telah menyiapkan kontingensi plan atau rencana perhitungan atas kerugian yang mungkin terjadi dan langkah-langkah yang sudah dilakukan terkait pembobolan tersebut. Saat ini, kata Syaifudin, yang terpenting adalah publik tahu bahwa BNI dalam kondisi sehat, baik dari sisi bisnis maupun pelayanan perbankan. "Perusahaan tetap berjalan seperti biasa," ujarnya.
Menurut dia, apa yang terjadi saat ini merupakan musibah yang sulit dihindari.
Amal Ihsan - Tempo News Room