Menurut dia, ada beberapa penyebab kekalahan Ditjen Pajak. Kesalahan petugas pajak dalam pemeriksaan wajib pajak sering menjadi penyebab kekalahan. Hal ini, kata dia, lebih disebabkan kapasitas petugas pajak yang masih belum memahami prosedur pemeriksaan. Akibatnya, hakim pengadilan pajak mengalahkan Ditjen Pajak dalam putusan banding.
Penyebab lain kekalahan Ditjen Pajak adalah putusan hakim yang mempertimbangkan berbagai aturan yang lebih luas. Dalam hal ini, Ditjen Pajak selalu berpegang pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dia mencontohkan dalam satu permohonan banding di pengadilan pajak, hakim memutuskan Ditjen Pajak kalah karena tidak mematuhi konvensi internasional.
Menurut dia, tidak ada upaya khusus untuk mengurangi tingkat kekalahan ini. Upaya meningkatkan kapasitas pegawai terus dilakukan setiap tahun sejalan dengan program reformasi di Ditjen Pajak.
Tingkat kekalahan yang besar pada tingkat banding berbeda 180 derajat dibandingkan tingkat keberatan yang memperkarakan persoalan prosedur pemeriksaan perpajakan. Pada tingkat keberatan, 80 persen perkara selalu dimenangkan oleh Ditjen Pajak.
Penyelesaian perkara keberatan tidak dilakukan di pengadilan pajak melainkan di Ditjen Pajak. "Kami menyebutnya pengadilan semu karena dilakukan oleh pegawai Ditjen Pajak," ungkap Yon.
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sangksi administrasi berupa bunga, denda, hingga pembatalan pada perkara keberatan pajak ini. Aturan mengenai keberatan telah diatur dalam pasal 25-26 dan 36 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
UU KUP mengatur, wajib pajak yang merasa tidak puas atas suatu ketetapan pajak dapat mengajukan keberatan ke Ditjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirimnya surat keputusan pajak. Selanjutnya, Ditjen Pajak akan menilai proses pemeriksaan yang dilakukan pegawainya dalam menerbitkan surat keputusan pajak tersebut. Berdasarkan penilaian tersebut, Ditjen Pajak dapat mengurangi atau membatalkan kewajiban pajak yang dibebankan kepada wajib pajak.
Wajib pajak yang tidak puas atas putusan keberatan dapat mengajukan surat banding ke pengadilan pajak. Pada tingkatan banding di pengadilan pajak, hakim akan menilai proses pemeriksaan ketetapan pajak serta dasar hukum pengambilan keputusan. Putusan banding yang disampaikan hakim berkekuatan hukum tetap.
Jika putusan hakim pengadilan pajak tak memuaskan Ditjen Pajak atau wajib pajak, maka pengajuan kembali (PK) dapat disampaikan ke Mahkamah Agung. Keputusan Mahkamah Agung akan menjadi keputusan akhir perkara.
ANTON WILLIAM