Menurut Erna, hal itu dilakukan karena pemerintah maupun perusahaan yang dituduh tidak mengetahui awal mula inisiasi dumping kepada Indonesia. "Pengiriman kuisioner juga kami tidak tahu," ujarnya.
Sebelumnya, informasi adanya rencana petisi dumping barang pecah belah sebenarnya sudah diterima sejak Oktober tahun lalu. Perusahaan yang dituduh dumping adalah Kedaung Grup dan First National Glassware (Firna).
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, ekspor barang pecah belah untuk rumah tangga ke Brasil memang meningkat beberapa tahun terakhir. Pada 2008, ekspor barang pecah belah untuk kebutuhan rumah tangga sebesar US$ 562 ribu. Pada 2009, nilainya sudah meningkat menjadi US$ 690 ribu. Pada Januari-Juni 2010, ekspor barang pecah belah ke Brasil sudah mencapai US$ 312 ribu. Nilai tersebut lebih tinggi 22 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009.
Informasi mengenai rencana petisi dumping didapat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Brasil. . Setelah itu Brasil tidak memberikan informasi lanjutan sehingga pemerintah Indonesia mengira Brazil tidak jadi melakukan inisiasi.
Sebetulnya, lanjut Erna, pemerintah sudah menerima dokumen esential fact dari Brasil. Dokumen tersebut dalam bahasa Portugis. Namun, dokumen baru diterima pada 20 September. Padahal, tanggapan dari dokumen tersebut harus dikembalikan pada 24 September. "Dilihat dari segi waktu sangat singkat. Padahal kami harus menterjemahkannya dulu ke dalam Bahasa Inggris, baru kemudian dipelajari," ujarnya.
Untuk itu, pemerintah telah mengirimkan surat keberatan kepada otoritas antidumping Brasil (Diretora do Departamento de Defesa Comercial/Decom). Namun Decom belum memberikan jawaban. "Samentara menunggu jawaban itu, sekarang pemerintah dan pengusaha belum bisa melakukan apa-apa. Mereka tetap menganggap kita tidak kooperatif," kata erna.
EKA UTAMI APRILIA