TEMPO Interaktif, Jakarta -Masyarakat Transportasi Indonesia meminta pengelola bandara internasional Soekarno-Hatta segera melakukan audit keandalan, baik untuk kondisi lapangan maupun saat di udara. Hal ini terkait dengan adanya gangguan sistem radar yang mengatur lalu lintas pesawat di bandara itu pada Minggu (29/80) kemarin.
"Ini harus dilakukan PT Angkasa Pura II dan pengelola Air Traffic Control (ATC)," ujar Danang Parikesit, Ketua MTI, kepada Tempo, Senin (30/8). Untuk Angkasa Pura, kata Danang, perlu dilakukan audit masalah sistem listrik pada land side. Sementara untuk pengelola ATC untuk permsalahan radar dan lain sebagainya.
Menurut dia, permasalahan di bandara selama ini berkisar soal kapasitas landasan pacu dan keandalan sistem listrik, telekomunikasi, dan sebagainya. Untuk kejadian kemarin, kata Danang, telah terjadi masalah keandalan sistem yang tidak terkontrol dengan baik.
Sama halnya dengan Danang, Ketua Forum Penerbangan MTI, Suharto A. Madjid mengatakan, audit keandalan harus segera dilakukan karena berkaitan dengan kelangsungan dari bandara itu sendiri. Namun, ini tidak saja dilakukan oleh pihak bandara, melainkan juga pemerintah mesti turun tangan untuk melakukan pengawasan, pembinaan, serta pengaturan terhadap bandara. "Indonesia punya pekerjaan besar untuk melakukan audit terhadap bandar udara ," kata Suharto.
Dia mengatakan, kurangnya audit terhadap pekerjaan pengelola bandara mengakibatkan beberapa instrumen tidak berfungsi secara optimal. Untuk kasus yang sama, katanya, juga pernah dialami pada masa Hatta Rajasa menjabat sebagai Menteri Perhubungan. "Semestinya kan kejadian seperti kemarin tidak terjadi lagi. Apalagi pemerintah sudah ada aturan soal hal tersebut," kata Suharto.
Pada 2008, Suharto menjelaskan, lima bandara sempat melakukan audit keandalan, yakni Soekarno-Hatta Jakarta, Ngurah Rai Bali, Juanda Surabaya, Sultan Hasanuddin Makassar, dan Polonia Medan. Namun, audit tersebut sebatas kesiapan dari keselamatan bandara. Semestinya, dari waktu tersebut, pemerintah pun harus melakukan audit kembali, sebab audit harus dilakukan secara berkelanjutan. "Harus ada inspeksi dari otoritas yang memiliki kewenangan, yakni pemerintah, untuk melihat apakah bandara berfungsi dengan baik atau tidak," tuturnya.
Menurut Suharto, selama ini fungsi kontrol atau pengawasan yang dilakukan pemerintah kurang maksimal. Semestinya, pemerintah bisa memantau dan mengecek apakah fasilitas di bandara selama ini berfungsi dengan baik atau tidak. Kejadian gangguan radar kemarin, katanya, bisa jadi merembet ke persoalan lain jika tidak segera diatasi. "Bisa jadi esoknya pasokan BBM (bahan bakar minyak) bermasalah, telekomunikasi juga, lalu suplai air bersih ke bandara. Jadi selama ingin menciptakan infrastruktur penerbangan yang baik, ya harus segera diawasi," katanya.
Fungsi pengawasan pemerintah, katanya, tidak boleh lemah. Karena ini menyangkut keselamatan dan keamanan penerbangan di Indonesia. Pihak bandara pun harus akuntabilitas dan transparan untuk menyampaikan permasalahan kepada pemangku kepentingan angkutan udara. "Jangan sampai kejadian seperti ini terjadi lagi," tuturnya.
Semestinya, kata Suharto, jika sudah diatur soal kinerja bandara dalam perundangan yang mengikat tentang penerbangan, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, pemerintah memiliki otoritas untuk menilai kinerja yang dilakukan bandara. "Saya belum mengecek apakah disebutkan di aturan itu. Tapi kalau ada, ya mesti dilakukan pemerintah," ujarnya.
SUTJI DECILYA