Menurut dia, UKM merupakan bentuk pemerataan pada perekonomian di Indonesia. Hal itu juga sekaligus untuk menciptakan lapangan kerja kepada masyarakat. "Saat ini, Apindo ingin konsentrasi untuk membantu mereka," ujarnya. Dia menyebutkan, pihaknya akan memberikan bantuan seperti mencarikan rekanan, mencari tempat UKM bisa berjualan, modal, serta pemasaran buat mereka.
Sebelumnya, Apindo bekerja sama dengan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Indonesia Business Association of Shanghai (IBAS), KIKT, dan Perkumpulan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia Tionghoa (Permit) mengirimkan sekitar 50 UKM yang terdiri dari sektor makanan dan minuman, garmen, serta kerajinan tangan (handycraft) ke Shanghai, Cina. Di sana mereka mendapatkan pembelajaran serta tawaran dari berbagai perusahaan di Cina.
Bagi Sofjan, ekspor Indonesia ke Cina semakin terbuka lebar dengan adanya ketertarikan Cina terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh UKM Indonesia. Namun, ujarnya, baik pihaknya maupun pemerintah harus mendorong dengan bantuan. "Karena ukuran UKM di Indonesia masih kecil," ujarnya.
Dia mencontohkan, kerajinan arang tempurung kelapa yang sangat berpotensi di Cina. Salah satu perusahaan di Cina meminta ekspor dari Indonesia untuk arang asalan sebanyak 1 juta ton per tahun dan karbon aktif 1 juta per tahun. "Tidak mungkin satu UKM mencukupi kebutuhan itu," ujarnya.
UKM di berbagai daerah, katanya, mesti bekerja sama agar bisa mencapai apa yang diminta oleh Cina. "Ini yang harus dilakukan perwakilan Apindo di daerah," tutur dia.
Menurut perwakilan Apindo di Kepulauan Riau dan Batam, Lusi Efriani, jika kebutuhan perusahaan di Cina bisa dipenuhi oleh UKM di Indonesia, bisa menyedot tenaga kerja yang tidak sedikit. "Dengan modal kecil dan teknologi yang sederhana, usaha seperti ini dapat membutuhkan sekitar 300 ribu pekerja," ujar Lusi yang juga menjadi pengusaha arang.
Menurut Ketua Bidang UKM, Gender, dan Sosial Apindo, Nina Tursino, UKM berpotensi untuk berkembang pesat di negara lain terutama Cina. "Untuk Cina, potensinya luar biasa. Asal tidak mengirimkan produk yang telah diproduksi Cina," ujarnya.
Dari tiga sektor yang menjadi perwakilan UKM di Cina, kata Nina, kerajinan tangan paling diminati. Sebab, tawaran seperti arang tempurung kelapa menjadi tantangan tersendiri untuk para UKM di Indonesia untuk memenuhinya.
Sementara untuk garmen, tutur dia, UKM banyak menerima tawaran untuk membuat baju anak-anak dan dewasa yang kelasnya menengah ke atas. "Sarung dan batik Indonesia juga menarik perhatian mereka," kata dia.
Untuk makanan dan minuman, ujarnya, Cina meminta agar Indonesia mengekspor markisa sebagai perasa makanan, rumput laut, tepung tapioka, serta makanan ringan seperti amplang dan bumbu-bumbuan. "Untuk ini juga kami mengharapkan dukungan pemerintah agar UKM diberikan proses yang cepat untuk memperoleh SNI (Standar Nasional Indonesia)," katanya.
Sofjan melanjutkan, sampai saat ini, ekspor Indonesia ke Cina terbilang tidak banyak berubah. Sebab, yang diekspor merupakan bahan mentah seperti gas, kelapa sawit, batu bara, dan minyak. sedangkan untuk manifaktur sangat kurang. "Selain pemerintah, UKM di Indonesia juga butuh bantuan Cina agar memfasilitasi sehingga terjadi keseimbangan dalam kredit. Jangan sampai terlalu banyak defisit," ujarnya.
Saat ini, UKM di Indonesia menemui kendala yang utama soal modal serta pemasaran.
SUTJI DECILYA