Arum menjelaskan saat ini luas areal lahan tebu nasional mencapai 450 ribu hektar dengan tingkat produktifitas 80 ton per hektar. Jumlah ini tergolong kecil. Sementara rata-rata rendemen yang dihasilkan tebu lokal di pabrik saat ini juga masih kecil yaitu sekitar 7,5 persen.
Jika produktivitas kebun tebu bisa ditingkatkan sampai 100 ton per hektar, maka dalam satu tahun produksi tebu bisa mencapai 45 juta ton per tahun. Dan apabila kemampuan pabrik gula diperbaiki sehingga bisa menghasilkan rendemen sampai 10 persen, maka dalam satu tahun bisa dihasilkan 4,5 juta ton gula.
"Konsumsi nasional sebenarnya tidak sampai lima juta ton. Kalau rata-rata konsumsi gula per kapita per tahun 17 kilogram, maka kebutuhan gula nasional cuma empat juta ton. Masih ada surplus 500 ribu ton," terang Arum.
Arum menjelaskan hal ini menanggapi kemungkinan moratorium (penghentian sementara) konversi lahan gambut dan hutan alam. Moratorium ini dikuatirkan akan menghalangi rencana perluasan lahan tebu sehingga menghambat revitalisasi industri tebu.
Skema mencapai swasembada gula yang dijelaskan di atas, lanjut Arum, bisa dicapai dalam dua tahun. Peningkatan produksi tebu bisa dilakukan dengan menanam bibit dengan kualitas yang lebih baik. Sementara peningkatan rendemen bisa dilakukan jika mesin pabrik diperbarui.
"Kenyataannya di luar negeri bahkan di Lampung sudah ada jenis tebu yang bisa menghasilkan sampai 100 ton per hektar. Artinya di Jawa juga bisa," tuturnya.
Meski begitu Arum mengakui beberapa pabrik gula memang kekurangan supply tebu sehingga banyak yang berada dalam status idle atau tidak produktif. Sehingga diperlukan perluasan lahan. Namun beberapa pabrik justru sudah overcapacity.
KARTIKA CANDRA