"Kalau memang akan diterapkan butuh undang-undang yang jelas, karena selama ini industri sudah dikenakan pajak. Masa mau ada lagi? Tidak mungkinlah," kata Sigit di sela-sela acara Asia Pacific Conference & Exhibition di Jakarta Convention Center, Jakarta (28/4).
Apalagi, kata dia, industri perbankan juga telah membayar premi LPS. Untuk bersiap menghadapi krisis, dia mengusulkan pembentukan lembaga pencadangan alih-alih tambahan pajak.
Apalagi, sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang paling banyak dikenai peraturan. Tambahan pajak dikhawatirkan akan mengurangi minat investor menanamkan modalnya. "Laba bank bisa mengecil karena harus bayar berbagai biaya. Akibatnya deviden investor berkurang dan mereka bisa menarik modalnya," kata Sigit.
Kepala Ekonom Danareksa Institute Purbaya Yudhi Sadewa juga menganggap ide ini tak tepat diterapkan. "Lebih baik memperkuat LPS daripada mengambil pungutan baru," kata dia. Pungutan LPS juga dapat dinaikkan sampai batas atas untuk memperkuat ketahanan terhadap krisis.
Sebelumnya, Wakil Presiden Boediono mewacanakan pungutan pajak kepada industri keuangan untuk berjaga-jaga terhadap krisis. "Ada ide untuk mengenakan semacam pajak kepada sektor keuangan saat berada dalam kondisi baik," ujar Boediono.
Menurut Boediono, ide tersebut tercetus dalam pertemuan antar negara-negara G20. Dana itu akan digunakan sebagai semacam subsidi untuk melakukan penyelamatan pada masa krisis.
Saat ini, kondisi industri keuangan Indonesia tengah berada dalam kondisi terbaik dengan banyak keuntungan. "Keuntungan ini bisa disisihkan sehingga penyelamatan pada masa krisis tidak perlu menggunakan uang milik negara," kata dia. Dengan demikian, rakyat tidak perlu menanggung kerugian sistem keuangan jika terjadi krisis.
FAMEGA SYAFIRA