Usai diperiksa Jaksa Arnold Angkouw, Hendro tidak bersedia berkomentar mengenai jalannya pemeriksaannya kepada wartawan. ”Saya mau diprovokasi biar menjawab, tanyakan saja pada kejaksaan,” kata dia.
Menurut Arnold, pertanyaan yang diajukan kepadanya masih bersifat umum, yakni mengenai kebijakan direksi BI dalam pencairan dana BLBI ke BUN sebesar Rp 12,6 triliun plus bunga diskonto. Hendro yang menjabat direktur BI sejak 1993 sampai Desember 1997, jelas Arnold, dinilai mengetahui prosedur pengucuran dana itu dan memperbolehkan saldo debet.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Mulyohardjo, keterangan Hendro sangat diperlukan karena adanya surat keputusan direksi BI yang mengizinkan pemberian fasilitas bantuan likuiditas kepada BUN pada 1997-1998.
Menurut Hendro kepada penyidik, keputusan direksi BI tentang bank-bank yang diperbolehkan mendapat BLBI mengacu pada hasil sidang ekonomi keuangan pengawasan pembangunan produksi dan distribusi (ekuwasbangprodis) kabinet Presiden Habibie. Mengutip penjelasan Hendro, Arnold menyebutkan, BUN termasuk bank yang dipebolehkan di saldo debet karena kalah kliring. Alasan pengucuran dana itu karena bank-bank diharapkan sehat, namun ternyata diketahui tetap tidak sehat bahkan sampai di bank beku operasi (BBO)-kan. “Saat itu bank-bank di rush karena dolar naik, apalagi pada 1 November 1997 ada 16 bank yang dilikuidasi,” kutip Arnold.
Selain pemeriksaan terhadap Hendro Budiyanto, Kejaksaan Agung juga melakukan pemeriksaan terhadap Herman Nursalim, direktur utama PT Gajah Tunggal Nasional Elektronik, anak perusahaan grup BDNI yang bergerak di industri telekomunikasi. Menurut Mulyohardjo, perusahaan itu salah satu yang menerima kredit BDNI.
Sementara itu, Kejaksaan Agung juga melakukan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama Pertamina AR Ramli. Ia baru pertamakali ini diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pipanisasi di Jawa dengan tersangka mantan Direktur Utama Pertamina, Faisal Abda’oe, dan Rosano Barack.
Mulyohardjo mengatakan, materi pemeriksaan berkaitan dengan apa yang diketahui dan dialami AR Ramli dan pejabat direktur Pertamina pada periode 1984 sampai 1988. keterangan saksi sangat diperlukan, untuk mencari data dan fakta sehubungan dengan kegiatan untuk mendukung pembuktian. “Intinya, apakah telah terjadi perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugikan negara,”kata Mulyohardjo. (Jopbie Sugiharto)