Melorotnya laba perusahaan ini disebabkan turunnya harga timah pada tengah pertama 2009. Harga timah sempat naik pada pertengahan kuartal-III pada kisaran US$ 16 ribu per metrik ton dari sebelumnya US$ 13 ribu metrik ton. Kenaikan ini berdampak menaikkan margin usaha perusahaan pada kuartal-IV 2009.
Laba kotor yang dihasilkan pada 2009 sebesar Rp 1,15 triliun atau lebih rendah 58 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 2,718 triliun. Harga pokok penjualan timah menurun 15 persen. Adapun penjualan pokok nontimah turun 4 persen dari 2008. Laba usaha turun 67 persen menjadi Rp 688,5 miliar dari Rp 2,07 triliun pada 2008.
Total aktiva perseroan turun 16 persen dari Rp 5.785 miliar menjadi Rp 4.855,7 miliar, terutama disebabkna oleh turunnya aktiva lancar sebesar 25 persen, dari Rp 4.305,9 miliar tahun 2008 menjadi Rp 3.244,5 miliar. Penurunan aktiva lancar ini berasal dari penurunan timah lancar yang dimiliki perseroan menjadi Rp 1.508,1 miliar.
Total bijih timah yang diproduksi pada 2009 sebesar 37.701 ton, turun 20 persen dari produksi tahun sebelumnya 47.074 ton. Sementara persediaan timah yang dimiliki perseroan berkurang dari 4.822 pada 2008 menjadi 2.425 pada 2009. Sedangkan pendapatan PT Timah dari penjualan batu bara, baik yang dihasilkan PT Tanjung Alam Jaya maupun yang dibeli dari mitra usaha naik 8 persen menjadi Rp 741,9 miliar.
Untuk ke depannya, PT Timah memperkirakan konsumsi timah akan mengalami kenaikan 10 persen. "Ini dilihat dari pulihnya daya beli konsumen terutama terhadap produk consumer good dan elektronik," ujar Abrun Abubakar Sekretaris Korporat PT Timah, seperti dikutip dalam siaran persnya.
Perusahaan juga memperkirakan jumlah produksi pada 2010 akan seimbang dengan permintaan Timah, yaitu Rp 330 ribu ton, atau naik sebesar 10 persen dari konsumsi timah tahun sebelumnya. Sementara Perseroan memprediksi harga timah rata-rata tahun 2010 sebesar US$ 14.800 per ton.
RATNANING ASIH