Innospec menghasilkan produk Tetra Ethyl Lead atau timbal pada awal 2000 dengan empat konsumen utama Iran, Afrika Selatan, Venezuela, dan Indonesia.
Indonesia mulai mencanangkan program Langit Biru atau bahan bakar tanpa timbal pada 2000. Namun demikian, Innospec tetap memasok timbal untuk PT Pertamina (Persero) hingga 2006.
Dalam salinan keputusan pengadilan tata usaha Inggris Southwark Crown 18 Maret 2010 Innospec mengaku telah melakukan suap kepada pejabat pemerintah dan Pertamina untuk memuluskan penjualan timbalnya.
Investigasi terhadap kasus ini dimulai pada Oktober 2007 ketika Serious Fraud Office mendapatlaporan potensi pelanggaran hukum negara Inggris. Kasus ini secara resmi diterima oleh Serious Fraud Office bersama dengan Departemen Hukum AS pada 23 Mei 2008.
Pada Februari 2008, direksi independen Innospec membentuk Komite Khusus untuk menginvestigasi potensi pelanggaran terhadap hukum anti korupsi. Perusahaan juga meminta kantor auditor KPMG untuk melakukan mengaudit internal.
Dalam investagasi itu, terdapat bukti berupa surat elektronik yang dikirimkan pada 22 November 2006 antar eksekutif Innospec. Surat itu mencermati soal program Langit Biru yang ternyata tidak menghentikan pasokan timbal ke Indonesia.
Bahkan tercatat penjualan timbalnya dari 1 Januari 2000 hingga 22 November 2006 mencapai 28.390 ton ke Pertamina dengan pendapatan mencapai US$ 277 juta.
Innospec menunjuk PT Soegih Interjaya sebagai agen pemasok timbal ke Pertamina. Perjanjian antara kedua perusahaan dimulai pada 19 Maret 1982 hingga akhir 2006.
Pemimpin Soegih Interjaya, Willy Sebastian, dan asistennya, Mohamed Syakir kerap disebut dalam salinan keputusan sebagai orang yang melakukan negosiasi dengan pejabat pemerintah dan Pertamina.
Dari 14 Februari 2002 dan 31 Desember 2006, Innospec memberikan dana US$ 11,7 juta kepada agennya s. Pembayaran dilakukan dari rekening bank Innospec di Inggris kepada rekening Soegih Interjaya di Indonesia dan Singapura.
Innospec juga membuat alokasi dana ad hoc dengan salah satu alokasi bernama Rachmat Sudibyo Fund. Dana itu ditujukan untuk menyuap Mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi dari 2000 hingga ia dipindahtugaskan menjadi Kepala BP Migas pada Agustus 2002.
Kantor Akuntan Publik KPMG menemukan dua pengeluaran besar pada 2001 (US$ 265 ribu) dan 8 Januari 2002 (US$ 295.150) dengan keterangan dana tersebut dipakai untuk membiayai perjalanan dinas pegawai Pertamina dan Lemigas ke luar negeri dalam rangka promosi produk timbal.
Invoice tersebut merupakan salah satu cara untuk menutupi penyuapan perusahaan ke Rachmat Sudibyo karena dari investigasi internal Innospec tidak ditemukan bukti referensi travel dan entertainment kepada pegawai Pertamina maupun Lemigas.
Pada 2004, Innospec mulai menunjuk target penyuapan berikutnya, yaitu Direktur Pengolahan Pertamina Suroso Atmo Martoyo. Innospec ketika itu khawatir perusahaan asal Cina dan AS akan menggantikan posisi mereka.
Suroso pernah meminta fee US$ 500 per metrik ton kepada Willy atas penjualan 450 metrik ton timbal Innospec dengan harga US$ 11 ribu per metrik ton pada akhir 2004. Akhirnya, uang sebesar US$ 300 ribu diterima oleh Suroso pada Februari 2005.
Suroso dan Mistiko Saleh (Wakil Direktur Utama Pertamina) juga pernah mendapatkan fasilitas perjalanan ke Inggris bersama keluarga masing-masing. Semua pengeluaran, seperti hotel, berbelanja, dan bermain golf, dibiayai oleh Innospec dan komisi Soegih Interjaya.
Direktur Utama Pertamina Widya Purnama dikatakan memiliki hubungan dekat dengan Willy. Mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Iin Arifin Takhyan dan Direktur Pembinaan Usaha Hilir Ery Sudarmo juga tertulis dalam laporan tersebut pernah menerima suap dari Willy. Suap itu mendorong Iin dan Ery membuat surat kepada Direksi Pertamina pada 2005 supaya timbal tetap digunakan.
Dengan bukti-bukti itu, Innospec terbukti melakukan bersalah melakukan penyuapan dan dikenakan penalti US$ 12,7 juta.
SORTA TOBING
sumber: Salinan Keputusan Pengadilan Soutwark Crown