"Kebijakan keran impor udang cukup merugikan pengusaha. Karena itu, impor udang akan ditutup," kata Fadel melalui siaran pers yang ditandatangani Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan Soen’an H. Poernomo, Sabtu lalu.
Fadel mengungkapkan hal itu pada acara panen udang vaname Nusantara I di Desa Kampung Baru, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.
Mantan Gubernur Gorontalo itu menjelaskan, udang vaname diimpor dari Florida, Amerika Serikat, sejak 2000. Tetapi hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan menyatakan udang tersebut dapat dibudidayakan. "Ke depan kita tidak bergantung lagi pada udang vaname impor, karena ahli perikanan bangsa ini mampu memproduksi sendiri benur-benur vaname," katanya.
Menurut Direktur Jenderal Budidaya Perikanan Made L. Nurdjana, udang vaname yang dapat dimuliakan di Indonesia diberi nama vaname Nusantara I. Sementara vaname asal Florida diberi label bebas penyakit, udang hasil pemuliaan di Banyuwangi itu diberi label tahan terhadap penyakit.
Selain itu, kata Made, vaname Nusantara I secara ekonomi sangat menguntungkan karena tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan baik ketika dibudidayakan di lahan sempit. “Untuk lahan 1 meter persegi, volumenya bisa 200 ekor. Kalau untuk 1 hektare, hasilnya bisa mencapai 30 ton,” ujar Made saat dihubungi Tempo, Ahad (29/11). Kalau soal kandungan gizi, ia melanjutkan, “Tak kalah dengan udang windu atau galah”.
Keunggulan lainnya sesuai hasil pemuliaan vaname Nusantara I hanya membutuhkan waktu enam bulan untuk mencapai ukuran induk di atas 40 gram--tiga bulan lebih cepat dibanding vaname impor. Selain itu, biaya produksi cuma Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu per ekor, padahal vaname impor harganya berkisar Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu. “Artinya, terjadi penghematan sampai 600 persen,” ucap Made.
Tahun ini Indonesia masih mengimpor induk vaname sebanyak 320 ribu ekor. Sementara itu, kebutuhan dalam negeri mencapai 900 ribu per tahun. Pada 2011, Indonesia menargetkan produksi induk vaname Nusantara I sebanyak 1,3 juta ekor. Untuk mewujudkan hal ini, kata Made, Departemen Kelautan dan Perikanan telah membangun Broodstock Center atau Pusat Produksi Induk Udang Unggu di Karangasem Bali dan Situbondo, Jawa Timur.
Udang tetap merupakan komoditas yang sangat penting untuk dikembangkan karena permintaan ekspor cukup besar dan untuk memenuhi permintaan konsumsi dalam negeri. Departemen Kelautan dan Perikanan mencatat, dalam periode 2010-2014, produksi udang diharapkan dapat meningkat 74,75 persen, yaitu dari 400 ribu ton menjadi 699 ribu ton, yang terdiri atas udang vaname dan udang windu
Selain Broodstock Center, Departemen sedang membangun Balai Penyidikan Penyakit Ikan dan Lingkungan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, yang akan diresmikan pada akhir Januari 2010. Balai ini akan memiliki laboratorium hama, penyakit ikan, dan lingkungan yang lengkap, sehingga dapat melakukan pengkajian terhadap hama, penyakit, dan lingkungan secara detail dan mendalam.
Dengan kelengkapan sarana dan prasarana untuk mendukung industri udang ini, Fadel berharap kalangan perbankan dan lembaga keuangan lainnya tidak ragu-ragu lagi memberikan kemudahan dalam pendanaan bagi petambak yang memerlukan. “Jika di sektor pertanian ada kredit usaha tani, kenapa untuk sektor perikanan tidak ada kredit usaha perikanan?” ujar Fadel.
SUDRAJAT