Selama beberapa tahun terakhir penanaman modal Indonesia terus didominasi investasi asing. Padahal, dalam investasi asing tersebut hanya sebagian kecil yang langsung bersentuhan dengan kegiatan peningkatan produksi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Sebagian besar investasi yang masuk justru masuk ke instrumen portofolio pasar modal yang tak berdampak langsung pada ekspansi kegiatan produksi.
“Roadmap itu juga perlu untuk menyusun strategi cara meningkatkan penanaman modal dalam negeri dari keseluruhan investasi nasional,” katan Erani ketika dihubungi Tempo, Kamis (26/11). Dia menilai peningkatan penanaman modal dalam negeri (PMDN) diperlukan agar Indonesia tak tergantung pada investasi asing yang pada masa-masa mendatang akan semakin ketat akibat persaingan antarnegara.
Sebelumnya, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mengungkapkan porsi PMA telah mencapai 78 persen pada keseluruhan investasi di Indonesia, atau jauh di atas proyeksi kontribusi tahun ini sebesar 61 persen. Kadin berharap pemerintah bisa tetap mengelola kepercayaan investor dengan menciptakan stabilitas ekonomi, kepastian hukum, dan ketersediaan infrastruktur.
Erani mengakui PMA tak selalu berkonotasi negatif. Namun yang mencemaskan, kata dia, porsi investasi portofolio pada keseluruhan PMA terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Porsi investasi portofolio pada 2008 mencapai 60 persen dari total PMA. “Ini seperti hot money, Orang hanya masuk lewat jual-beli saham, atau akuisisi dan merger. Sehingga tak betul-betul menambah ekspansi penyerapan tenaga kerja,” ujarnya.
Hot money atau uang panas bisa disematkan pada aliran investasi asing berjangka pendek yang masuk ke pasar dalam negeri dan bisa sewaktu-waktu keluar secara besar-besaran sehingga menyebabkan guncangan perekonomian.
Apalagi dominasi PMA selama ini juga menimbulkan persoalan karena pada sektor-sektor tertentu sering kali berbenturan dengan investasi yang dilakukan pelaku usaha domestik. Akibatnya daya saing pelaku domestik pun terus terdesak, potensi pengembangan usaha dalam negeri pun berkurang.
Sebab itu, peta jalan investasi juga perlu menegaskan kualifikasi atau kriteria sektor yang bisa dimasuki PMA, misalnya dikhususkan untuk kawasan Indonesia Timur, memiliki nilai tambah pada kinerja ekspor, dan berkaitan dengan kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah. “Itu harus jelas, termasuk target kapan investasi Indonesia tak lagi bergantung pada luar negeri,” kata Erani.
AGOENG WIJAYA