TEMPO Interaktif, Jakarta - Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) menilai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20 tahun 2009 tentang impor daging ayam perlu dikaji ulang. Sekalipun Menteri Pertanian sebelumnya, Anton Apriyantono, menjamin tidak akan ada impor tapi aturan tersebut dinilai bertentangan.
"Sebaiknya peraturan ini ditinjau ulang karena soal impor ini masih ada persoalan. Apa betul kita sudah punya daya saing yang cukup untuk menerima daging impor ini," kata Ketua Umum GPPU Krissantono dalam seminar bertajuk "Prospek Perunggasan Lima Tahun ke Depan" di Jakarta, Selasa (27/10).
Impor, ia melanjutkan, dikhawatirkan akan mengancam daya saing pengusaha unggas dan peternak mandiri di dalam negeri. "Peraturan ini juga terkait dengan ketersediaan lapangan kerja," katanya.
Industri ternak unggas baik yang sifatnya besar atau yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Karena itu impor unggas dianggap akan mengancam ketersediaan lapangan kerja di sektor peternakan unggas.
Krissantono menjelaskan, saat ini produksi telur di dalam negeri lebih dari satu juta ton per tahun dengan konsumsi sekitar 60 butir telur per kapita per tahun. Sementara kapasitas pembibitan di dalam negeri bisa menghasilkan 36 juta anak ayam per minggu. Jumlah ini dianggap masih mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri karena jumlah itu belum memenuhi kapasitas sesungguhnya.
Sejalan dengan pemikiran Krissantono, Ketua Umum Asosiasi Produsen Pakan Indonesia FX. Sudirman mengatakan industri perunggasan masih membutuhkan proteksi dari pemerintah. "Kalau dibiarkan masuk ke gelanggang global, seperti petinju baru disuruh menghadapi Mike Tyson. Bisa klepek-klepek," katanya.
KARTIKA CANDRA