TEMPO Interaktif, Jakarta -Ekspor produk kimir hilir Indonesia turun antara 20 hingga 30 persen pada semester pertama tahun 2009. Pasalnya, menurut Direktur Industri Kimia Hilir Departemen Perindustrian, Tony Tanduk, permintaan di seluruh dunia menurun akibat krisis ekonomi global.
"Hampir semua permintaan produk turun," kata Tony di kawasan industri Karawang, Senin (14/9).
Pada semester pertama, Tony memprediksi, nilai ekspor sekitar US$41 miliar. Ia berharap kondisi ekspor akan membaik secara bertahap. Sehingga semester kedua ia memperkirakan ekspor akan naik 5-10 persen dari penurunan pada semester pertama.
Ketua Umum Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel Indonesia, Felix Hamidjaya berpendapat senada. "Penurunan ekspor sekitar 30 persen," ujarnya.
Felix berencana mengalihkan ekspornya ke kawasan Timur Tengah dan Asia."Pertumbuhan turun karena pasokan bahan baku dan permintaan turun," tuturnya.
Kecuali, jika pemerintah memberikan fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, menurutnya, struktur harga bisa turun.
Mengenai kekurangan pasokan, Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan asosiasi dan perusahaan bisa mengajukan permintaan epada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM). Pasalnya, bahan baku nafta dan kondensat merupakan bagian dari minyak bumi.
Industri plastik sulit mendapat bahan baku tersebut karena sepenuhnya masih harus diekspor. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas, kata Fahmi, komposisi ekspor migas menjadi 75 persen dan domestik 25 persen. Nafta dan kondensat termasuk yang 25 persen itu. "Saya berharap, paling tidak bisa disisihkan 10 persen untuk industri," kata Fahmi.
NIEKE INDRIETTA