PT Pertamina (Persero) misalnya. Fahmi menyebutkan perusahaan minyak dan gas pelat merah itu masih menggunakan mata uang asing dalam transaksinya. "Penerapan mata uang rupiah di BUMN belum lancar," ujar Fahmi.
Direktur Utama PT Dynaplast Tony Hambali mendukung penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi karena produsen plastik hilir mengalami kesulitan akibat penggunaan mata uang asing. Pasalnya, produsen plastik hilir menjual produknya dalam bentuk mata uang rupiah. Sementara, mereka harus membeli bahan baku plastik dari produsen plastik hulu dengan mata uang dolar Amerika Serikat.
"Kami jadi kesulitan menentukan harga produksi saat rupiah terdepresiasi," tuturnya. Akibatnya, daya saing produk untuk ekspor pun kalah dibanding negara Vietnam dan Thailand. Padahal, kedua negara tersebut juga menjual produk dengan mata uang domestik. "Tapi mata uang mereka stabil," ucapnya.
Menanggapi ini, Menteri Fahmi mengatakan, asosiasi bisa mendesak Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Departemen Keuangan untuk mengimplementasikan rupiah dalam transaksi di dalam negeri.
NIEKE INDRIETTA