Yusuf membeberkan pada 2004 backlocked atau kesenjangan mencapai 4,8 juta unit. Tapi pada akhir tahun ini diperkirakan mencapai 7,3 juta unit. Penyebabnya karena ketersediaan rumah baru lebih sedikit dari rumah yang dibangun. Di samping itu faktor bencana alam yang telah menghancurkan rumah yang sudah ada.
Penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut disebabkan koordinasi kelembagaan pusat dan daerah yang belum jelas dan lemahnya anggaran untuk mendukung pembangunan perumahan.
Dia juga mengatakan, pertumbuhan kebutuhan rumah dari keluarga baru rata-rata mencapai 700-800 ribu unit per tahun. Selain itu laju pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat menjadi beban untuk membangun rumah.
Masyarakat Indonesia, kata Yusuf, juga belum mampu membeli rumah. Bahkan untuk membayar uang muka masih banyak yang belum sanggup. "Data BPS menunjukkan 91 persen pekerja berpenghasilan kurang dari Rp 2,5 juta," ujarnya.
Sementara angka permukiman kumuh juga semakin meningkat. Pada 2004 permukiman kumuh mencapai 54 ribu hektare. Sedangkan pada 2009 diprediksi mencapai 57,8 ribu hektare. Menurut Yusuf mengatakan dana untuk revitalisasi permukiman kumuh masih kurang.
Adapun jumlah rumah tangga yang tidak layak huni cukup besar. Sebanyak 14 persen rumah masih berlantaikan tanah, 12,5 persen berdinding non-permanen. Sebanyak 1,2 persen masih beratap daun rumbia dan 9,5 persen hidup di rumah yang rusak. "Kami harapkan untuk lima tahun mendatang kebutuhan bisa terpenuhi hingga 6 juta unit," ucap Yusuf.
DIAN YULIASTUTI