Pejabat sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan, institusi yang dipimpinnya kini sedang mengkaji perbedaan antara suku bunga kredit dan deposito. “Kami sedang mendalami margin bank sat per satu,” ujarnya dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa nasional di gedung BI, Jumat lalu.
Langkah ini dipandang perlu agar kesepakatan penurunan suku bunga deposito yang telah dicapai di antara 14 bank tidak sia-sia. “Jangan sampai bungan tabungan menurun, tapi bunga kredit tetap tinggi,” kata Darmin. “Ujung-ujungnya kan yang ingin diperbaiki adalah bunga kredit.”
Dalam kesepakatan 14 bank dicapai dua pekan lalu, para bankir sepakat untuk menurunkan bunga tabungan. Di tahap awal, bunga disepakati maksimal 150 basis point atau 1,5 persen di atas bunga patokan bank sentral, BI Rate, yang kini 6,5 persen.
Tiga bulan kemudian, bunga tabungan akan diturunkan lagi hingga 50 basis point di atas BI Rate. Ini berarti, bunga tabungan akan persis sama dengan suku bunga penjaminan pemerintah saat ini, yaitu 7 persen.
Kesepakatan itu diperlukan, karena selama ini terjadi perang bunga antarbank untuk menarik dana simpanan nasabah guna menjaga likuiditasnya. “Ada power pasar yang memojokkan bank,” ujarnya. Akibatnya, Darmin menambahkan, ada deposito yang dipatok untuk nasabah tertentu dalam jangka waktu setahun hingga 13-14 persen.
Penurunan bunga simpanan dan kredit perbankan dibutuhkan karena pergerakannya jauh lebih lambat dibandingkan penurunan BI Rate yang sudah mencapai 300 basis point alias 3 persen.
Berdasarkan data bank sentral, sejak November 2008, bunga deposito satu bulan hanya turun 1,47 persen. Respon suku bunga kredit, lebih lambat lagi, yaitu hanya 0,64 persen. “Jadi, ruang penurunan masih cukup lebar,” kata Darmin.
Meski begitu, bank sentral tidak akan mengeluarkan aturan yang mematok suku bunga. “Ini berbahaya,” ujarnya. “Akan ada bank yang tidak bisa mengikuti aturan tersebut. Bank besar pun bisa rontok.”
Ketika ditanyakan soal masih tingginya bunga surat utang negara yang dijual pemerintah, Darmin tak sepakat ini akan membuat kebijakan BI menurunkan bunga bank tak akan efektif.
Menurut Deputi Gubernur Senior BI ini, tingginya yield atau imbal hasil surat utang negara yang berjangka waktu 29 tahun, tidak bisa dibandingkan dengan suku bunga simpanan yang berjangka pendek. “Ini nggak nyambung,” ujarnya.
Dengan kata lain, tidak bakal terjadi perpindahan dana dari deposito perbankan ke surat utang negara, yang akan membuat bank-bank sulit menurunkan suku bunga. Ia pun yakin, jika lelang surat utang negara dilakukan setelah adanya kesepakatan para bankir, yield surat utang negara tidak akan lagi setinggi itu.
Pada lelang terakhir pekan lalu, pemerintah melepas dua jenis surat utang negara. SUN FR0050 bertenor 29 tahun laku dijual dengan imbal hasil 11,75 persen, sedangkan FR0052 yang berjangka waktu 21 tahun terjual dengan yield 11,62 persen. Ini berarti masih lima persen di atas BI Rate.
Metta Dharmasaputra