Ketua Komite Gunadi Sindhuwinata khawatir pemberlakuan pajak itu justru bisa menurunkan produksi kendaraan bermotor. Padahal, menurut dia, untuk membangun dan mengembangkan industri ini, butuh investasi dan investor sebanyak-banyaknya supaya bisa mencapai skala ekonomi. "Untuk mencapai skala ekonomi, kendaraan harus diproduksi dalam jumlah besar," kata Gunadi kepada Tempo di Jakarta.
Produksi kendaraan di Indonesia pada saat pasar paling bagus baru mencapai 600 ribu unit kendaraan per tahun dan ekspor dalam bentuk terurai maupun utuh baru mencapai 200 ribu unit. "Kalau undang-undang itu diberlakukan, kami khawatir produksi kendaraan Indonesia akan turun dari angka-angka itu," ujarnya.
Jika produksi kendaraan di Indonesia turun, Gunadi menambahkan, Indonesia akan semakin kalah bersaing oleh negara lain, yang produksinya jauh lebih besar dan sudah mulai membanjiri pasar lokal. "Nanti kita akan makin kalah oleh Cina dan India yang produksi kendaraannya besar," katanya.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang kian baik, menurut dia, memang mau tidak mau akan terjadi peningkatan mobilitas orang dan barang. Artinya, jumlah alat transportasi cenderung meningkat, sehingga pemerintah seharusnya mencari solusi yang lebih tepat untuk mengatasi kemacetan serta menekan penggunaan dan subsidi bahan bakar. "Bukan dengan menekan industri," kata Gunadi.
Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat kemarin menyetujui Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk disahkan menjadi undang-undang. Dalam undang-undang ini antara lain diatur tarif pajak kendaraan bermotor pribadi untuk kepemilikan pertama paling rendah sebesar 1 persen dan paling tinggi 2 persen.
Adapun untuk kepemilikan kedua dan seterusnya, tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2 persen dan paling tinggi 10 persen.
Pengguna bahan bakar kendaraan bermotor juga akan dikenai pajak paling tinggi sebesar 10 persen. Khusus tarif pajak bahan bakar untuk kendaraan umum ditetapkan paling sedikit 50 persen lebih rendah daripada tarif pajak kendaraan bermotor untuk kendaraan pribadi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjamin kalangan industri tak akan terkena dampak yang sangat buruk pasca-penerapan undang-undang per 1 Januari 2010. Ia memastikan pemerintah akan tetap mengontrol implementasi undang-undang ini sehingga tak akan menjatuhkan bisnis.
Pengamat otomotif, Soehari Sargo, sebelumnya mempertanyakan tujuan revisi Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jika tujuannya untuk mengurangi kemacetan kendaraan di kota-kota besar, khususnya Jakarta, ia melanjutkan, aturan itu tidak akan bisa mengurangi kemacetan.
Menurut Soehari, pemerintah seharusnya menyiapkan dulu infrastruktur jalan dan transportasi umum sebelum memberlakukan aturan pajak yang baru ini.
GRACE S GANDHI