Wahid Foundation mencatat lewat Panduan Komunitas TikTok, platform itu mengatakan telah menghapus lebih dari 925 ribu video yang melanggar kebijakan seputar kekerasan, ujaran kebencian, misinformasi, dan terorisme. Temuan itu didapatkan ketika menelusuri nama Amrozi, Dulmatin, Abdullah Sungkar, dan Umar Patek yang tak bisa ditemukan.
“Namun, memang konten-konten dengan kata kunci lain masih tersebar di TikTok,” kata mereka.
Jika mengurutkan dari kata kunci, Wahid Foundation menemukan konten seputar Ali Imron mendominasi, yakni hampir mencapai 40 persen. Diikuti dengan konten seputar Noordin M. Top sebanyak 17.89 persen, Azahari sebesar 17.89 persen, dan menyusul konten Imam Samudera sebanyak 12.63 persen. Sementara itu, nama-nama seperti Ali Gufron, Amrozi, Aman Abdurahman, Hambali, dan Umar Patek masing-masing parkir di angka 2-3,16 persen.
“Seperti yang dapat kami duga, konten dengan kata kunci Ali Imron bersifat deradikalisasi atau yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran paham radikal terorisme,” kata Wahid Foundation.
Ali Imron kini memang telah mendedikasikan diri untuk melawan radikalisasi setelah divonis oleh Majelis Hakim PN Denpasar dengan penjara seumur hidup pada 18 September 2003. Ia kerap tampil di acara-acara talkshow berita seperti Kick Andy, Rosi, dan juga beragam siniar yang juga tersebar di TikTok.
Sementara konten-konten yang berhubungan dengan Noordin M. Top ada yang bersifat netral. Wahid Foundation menemukan konten tentang Noordin biasanya menceritakan ulang kisah penyergapan teroris asal Malaysia tersebut.
“Ada pula yang bersifat kontra radikal, maksudnya lebih punya tendensi untuk mengutuk perbuatan Noordin,” kata Wahid.
Tak hanya itu, Wahid menemukan penyebar konten tentang terorisme juga diduga membagikannya di TikTok karena kisah mantan teroris berpotensi ramai atau viral. Misal, konten yang dibagikan oleh akun @ambadus dengan deskripsi “#joke #fy #viralvideo” tak lain hanya untuk mendulang viralitas. Video tersebut merupakan potongan klip berita Liputan6 yang menunjukkan orasi Noordin M. Top.
“Konten ini pun telah disaksikan sebanyak 1,6 juta kali, meraih 32.4 ribu Likes dan 858 komentar. Selain itu, akun @ambadus tidak pernah lagi membagikan konten berbau terorisme lainnya,” kata Wahid Foundation.
Kemudian, Wahid Foundation juga menemukan video Noordin M. Top yang dikreasikan dengan menggunakan teknologi AI. Video tersebut dibagikan oleh akun @daninikisahku pada Agustus 2023 lalu. Pada dasarnya, video ini membuat seolah-olah foto Noordin M. Top yang tersebar sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) berbicara dan menceritakan ulang kisahnya membuat onar di Jakarta pada 2009 lewat pengeboman di hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton.
“Video itu diberi deskripsi “Kisah Nurdin M. Top Bom Hotel di Jakarta #NurdinMTop #Terrorisme #TrueStoryOfNurdinMTop #IndonesiaTerror” dan telah disaksikan sebanyak 3,8 juta kali, mendapat 90,5 ribu Likes, dan 453 komentar,” kata Wahid.
Atas temuan ini, Wahid Foundation meminta pemerintah agar mengatur platform dan penggunaan AI dalam memproduksi konte, terutama tentang terorisme. Selain itu, mereka juga minta Tiktok agar memperbarui regulasi yang berkaitan dengan AI dan memantau konten secara aktif terutama yang menyebarkan paham terorisme.
“Wahid Foundation, agar dapat menginvestigasi lebih jauh dan memantau beberapa akun yang membagikan konten yang mengglorifikasi tindakan ekstrimisme yang dilakukan mantan teroris. Report terhadap akun-akun tersebut juga dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari penelitian ini,” kata mereka.
Selain itu, Wahid Foundation juga meminta lembaga pemeriksa fakta dan fact-checker agar memberi perhatian pada konten-konten propaganda ini. Wahid menyebut konten yang dibuat dengan AI terlihat lebih tricky.
“Dibungkus secara subtile dengan teknologi, tapi sifatnya lebih berbahaya ketimbang misinformasi yang sudah banyak kita ketahui,” kata Wahid. Tempo masih berusaha meminta tanggapan Tiktok atas temuan dari Wahid Foundation ini.
Pilihan Editor: 2 Pertemuan Petinggi Jamaah Islamiyah Sebelum Deklarasi Pembubaran JI