TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Bina Teknik Permukiman dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bagian Data dan Pengembangan Sistem, Fajar Santosa Hutahaean, menerangkan peta jalan penyelenggaraan bangunan gedung hijau (BGH) akan diprioritaskan pada sektor publik atau gedung-gedung pemerintah. Peta jalan tersebut dibuat sebagai acuan implementasi bagi penyelenggaraan bangunan gedung oleh seluruh pemangku kebijakan.
“Mengapa di kantor pemerintah yang menjadi prioritas? Karena memang berdasarkan data PLN, saat masa Covid-19 pada 2019-2020, penggunaan listrik untuk komersial, bisnis, dan lainnya itu turun 6-8 persen. Sedangkan kantor pemerintah turunnya hanya 2 persen,” kata Fajar dalam konferensi pers pasca talk show yang membahas transisi bangunan rendah karbon di Indonesia di JIEXPO Kemayoran, Kamis, 26 September 2024.
Artinya, data yang ada menunjukkan bahwa gedung-gedung pemerintah cenderung memiliki konsumsi energi yang lebih tinggi dibandingkan gedung komersial.
Selain itu, pemerintah juga ingin menjadi acuan dan panutan, terlebih sebagai pihak yang membuat regulasi. “Pemerintah harusnya menjadi yang terdepan, memberikan contoh kepada bangunan-bangunan komersial. Baru kita bisa mendorong gedung-gedung lain untuk menerapkan prinsip hijau,” ucap Fajar lebih lanjut.
Berdasarkan proyeksinya, jika semua kantor pemerintah mampu beralih pada pembangunan rendah karbon dan berhasil menghemat energi hingga 25 persen, maka emisi karbon yang berkurang diperkirakan dapat mencapai 1,91 juta ton CO2 ekuivalen pada 2030.
Fajar menambahkan sasaran terdekat penurunan emisi karbon secara nasional adalah mencapai total 39 persen di tahun 2030 dan mencapai Net Zero Emission di tahun 2060, yaitu ketika semua emisi yang dikeluarkan oleh aktivitas manusia diimbangi dengan menghilangkan karbon dari atmosfer dalam suatu proses yang dikenal sebagai penghilangan karbon.
Meski peraturan mengenai pembangunan berkelanjutan telah dimulai sejak 2015, pemerintah mengaku sekretariat bangunan gedung hijau baru didirikan pada 2020. “Sejauh mana ini sudah di transformasikan (secara menyeluruh)? Sebenarnya baru dimulai,” tukas Fajar. Itu juga terbantu dengan adanya kewajiban gedung untuk mengadopsi prinsip-prinsip hijau pada pembangunannya melalui standar Environmental (Lingkungan), Social (Sosial), dan Governance (Tata Kelola Perusahaan) atau ESG.
“Kalau dia tidak memenuhi itu, tidak keluar sertifikat Izin Mendirikan Bangunannya (IMB) atau kalau sekarang, namanya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), untuk bangunan-bangunan baru,” ucap Fajar.
Pilihan Editor: BI Promosikan Peluang Investasi di Indonesia ke China: Ada Proyek Geothermal di Jawa Tengah