TEMPO.CO, Pangkalpinang - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, membeberkan alasan kesepakatan pengelolaan blok tambang Merbuk dan Kenari untuk dikelola oleh PT Timah (Persero) Tbk.
Didit menyatakan hal tersebut juga untuk mengembalikan kedaulatan negara setelah aset cadangan timah negara tersebut dijarah penambang ilegal.
Ia menyebutkan, hingga saat ini, aktivitas penambangan timah ilegal di Blok Merbuk dan Kenari yang merupakan lahan eks Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Koba Tin yang terletak di Koba Kabupaten Bangka Tengah itu masih terus berlangsung. Lahan tambang itu, kata Didit, terus dijarah penambang ilegal dengan mendapat dukungan dari oknum-oknum aparat.
Oleh sebab itu Didit menyambut baik adanya kesepakatan PT Timah mengelola tambang Blok Merbuk dan Kenari. Sebab, perusahaan pelat merah itu sudah punya sejarah memiliki saham 25 persen di PT Koba Tin.
"Kalau diserahkan ke swasta, mohon maaf saya tidak setuju. Kalau itu terjadi selesai sudah. Habis semua. Kita dari DPRD sepakat bahwa take over pengelolaan wilayah Merbuk Kenari diserahkan ke PT Timah," ujar Didit dalam rapat dengar pendapat percepatan legalitas Merbuk Kenari yang digelar di Ruang Badan Musyawarah DPRD Bangka Belitung, Kamis, 26 September 2024.
Menurut dia, masalah legalitas Blok Merbuk dan Kenari harus diselesaikan mengingat kawasan tersebut terus dilakukan penambangan secara ilegal dan masif. "Tidak bisa dipungkiri jika ada oknum-oknum tertentu yang menginginkan ini tidak legal. Makanya kita bersama Dirut PT Timah dan Sekda akan bertemu dengan Dirjen Minerba ESDM menyelesaikan persoalan ini," ujar dia.
Didit membeberkan bahwa banyak manfaat yang diterima masyarakat dan pemerintah daerah jika PT Timah yang mengelola kawasan Merbuk dan Kenari. Sejumlah manfaat itu di antaranya pendapatan daerah yang pasti, terjaminnya penanganan lingkungan, adanya kegiatan pascatambang hingga bantuan Corporate Social Responsibility (CSR).
"Untuk itu kita minta PT Timah segera berkoordinasi dengan Kapolda Bangka Belitung untuk pengamanan. Aktivitas tambang ilegal tersebut harus ditindak," ujar dia.
Sementara itu, Anggota DPRD Bangka Belitung dari Fraksi Gerindra, Pahlevi Sjahrun, mengatakan PT Timah harus teliti dalam melakukan kajian komprehensif terkait Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan studi kelayakan karena kawasan tersebut memiliki risiko tinggi.
"Kawasan Blok Merbuk dan Kenari berada di tengah kota dekat dengan pemukiman dan aset negara yakni pasar. Harus berhati-hati karena ada risiko lingkungan dan sosial di mana masyarakat rawan protes. Kita tidak mau ketika tambang ini malah menimbulkan konflik," ujar dia.
Sebagai pemegang mandat dari pemerintah, kata Pahlevi, PT Timah harus bertanggung jawab terhadap apa pun yang terjadi di kawasan tersebut. Apalagi aktivitas ilegal yang terjadi saat ini telah membuat kerugian bagi daerah karena kehilangan setoran pajak air permukaan hingga royalti.
"Kawasan itu kepentingannya sudah banyak sekali. Jangan-jangan PT timah antara takut dan mau. Mau timahnya tidak lari kemana-mana, tapi di sisi lain mungkin takut ada siapa di situ. Kita berharap PT timah tidak diberikan jalan sendiri. Ini perlu dikawal. Kalau PT timah sendiri, tidak akan mampu," ujar dia.
Direktur Operasi dan Produksi PT Timah, Nur Adi Kuncoro, mengatakan pada prinsipnya pihaknya sudah memenuhi persyaratan administrasi terhadap IUP Merbuk dan Kenari tersebut. Hanya saja, kata dia, kelanjutan proses tersebut saat ini masih berada di Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM.
"Seandainya kita sudah mendapatkan persetujuan IUP eksplorasi itu, kita akan melakukan pengeboran di wilayah tersebut. Kita akan hitung berapa jumlah sumber daya dan cadangan timah yang adalah di wilayah seluas 258 hektar tersebut," ujar dia.
Selain itu, kata Nur Adi Kuncoro, PT Timah masih harus mengurus izin lingkungan, AMDAL dan melakukan kajian studi kelayakan atau Feasibility Study (FS) yang didalamnya termuat teknologi alat produksi apa yang akan digunakan.
"FS perlu persetujuan Minerba. Setelah kami mendapatkan persetujuan, baru kami menindaklanjuti IUP ini menjadi IUP operasi produksi. Jadi ini adalah langkah yang harus kami lakukan sesuai regulasi. Kita bahkan sudah membayar Kompensasi Data Informasi (KDI) sebesar Rp 193 juta," ujar Nur.
Pilihan Editor: Pemerintah Segera Kuasai 61 Saham Freeport, Jokowi: Freeport Sekarang Bukan Milik Amerika