TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pangan Bijak merekomendasikan sejumlah langkah transformasi sistem pangan di Indonesia. Rekomendasi ini merupakan respon atas rentannya ketahanan pangan dalam satu dekade terakhir, khususnya di kepulauan dan daerah pedalaman.
Peneliti Pangan dari Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB, David Ardhian, mengatakan kondisi tersebut tampak dari kebijakan pangan yang terpusat dan tidak melibatkan peran masyarakat lokal dan penduduk pulau-pulau kecil.
Padahal, kata David, masyarakat lokal dan penduduk di wilayah kepulauan merupakan pihak yang paling terdampak dari buruknya sistem pangan. "Kondisi di kepulauan sangat terbatas, mulai dari lahan pertanian dan akses logistik yang mahal," kata David yang mewakili konsorsium dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.
Konsorsium Pangan Bijak sendiri telah menghimpun tuntutan yang terkumpul dari dialog bersama lintas organisasi masyarakat sipil. Dialog itu turut melibatkan 167 perwakilan masyarakat dari berbagai daerah. Langkah memperbaiki sistem pangan, kata David, haru dimulai dari penyelesaian konflik agraria. David menyebut konflik agraria dan alih fungsi lahan merupakan ancaman terbesar bagi masyarakat lokal.
Dalam 10 tahun terakhir, kata dia, deforestasi untuk proyek food estate, seperti yang terjadi di Papua telah mengancam sumber pangan penduduk setempat yang selama ini bergantung pada hutan. Kondisinya tak jauh berbeda dengan masyarakat pesisir. Nelayan di wilayah kepulauan timur Indonesia kini dihadapkan pada kerusakan ekosistem laut imbas proyek pertambangan. "Pemerintah harus memperkuat perlindungan lahan sumber produksi untuk memberikan kepastian bagi sumber pangan, baik di darat maupun kawasan pesisir," kata David.
Rekomendasi selanjutnya yakni menghentikan pendekatan program pangan skala besar. Pemerintah, kata dia, harus fokus pada pengembangan pangan lokal. Menurut David, pemerintah harus mengubah orientasi kebijakan peningkatan produksi skala luas ke pengembangan sistem pangan lokal. Hal ini mendesak dilakukan di daerah seperti Papua, pulau-pulau kecil dan daerah pedalaman.
Khusus di wilayah kepulauan, David mengatakan pemerintah masih mengabaikan potensi di pesisir dan laut. Kondisi itu tampak dari tingginya angka stunting di provinsi yang punya potensi sumber daya perikanan. "Pemerintah harus mendukung penghidupan nelayan dan komunitas lokal di pulau kecil, terutama dalam mengatasi kerentanan terkait perubahan iklim," katanya.
Selanjutnya, konsorsium juga mendorong pelibatan masyarakat lokal dalam kebijakan makan bergizi gratis oleh pemerintahan selanjutnya. David mendorong agar makanan yang disediakan harus sesuai dengan ketersediaan sumber pangan lokal agar tidak terjadi penyeragaman pangan. "Perencanaannya harus melibatkan para pemangku kepentingan pada tingkat lokal," ujar David.
Pilihan editor: PSDKP Tangkap Kapal Vietnam Pelaku Pencurian Ikan di Laut Natuna Utara