TEMPO.CO, Batam -Perwakilan masyarakat asli melayu Rempang menyuarakan penolakan terhadap relokasi dampak pembangunan PSN Rempang Eco City hingga ke Jakarta, Kamis 15 Agustus 2024. Sementara, dihari yang sama BP Batam terus menyebarkan rilis perkembangan pembangunan.
Tidak hanya di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian, perwakilan warga juga menggelar aksi di depan kantor Kedutaan Besar Cina, Rabu 14 Agustus siang. Selain membentangkan spanduk penolakan relokasi, warga juga menyampaikan orasi terkait menolak kampung tanah ulayat mereka dirampas atas nama PSN Rempang Eco City. "Masyarakat Rempang Tolak PSN Rempang Eco City, Raja Adil Raja Disembah Raja Zalim Raja Disanggah," begitu tulisan salah satu spanduk yang dibentangkan warga.
Salah seorang orator yang juga merupakan warga asli melayu Pulau Rempang, Ishak mengatakan, aksi menyuarakan penolakan relokasi sengaja dilakukan ke pemerintah Jakarta, karena warga tidak lagi dapat bersuara di kampungnya, pemerintah daerah baik di kelurahan hingga provinsi tidak pernah mendengar aspirasi warga.
"Meskipun negara ada di langit, kami akan datangi, untuk memperjuangkan tanah dan ruang hidup kami. Kami sudah capek mengeluh ke Pemko Batam, kami sudah lelah mengeluh di sana," kata Ishak dengan suara lantang.
Warga juga bercerita saat ini kehidupan mereka sehari-hari di kampung halamannya tidak nyaman lagi semenjak konflik agraria akibat PSN Rempang Eco-City bergulir pada awal tahun 2023 lalu. Setahun lebih warga berjuang, melawan intimidasi aparat dan godaan agar masyarakat setuju dengan PSN Rempang Eco City.
Para orator juga menceritakan, kejadian pilu yang terjadi sepanjang konflik terjadi, mulai dari merasakan pedihnya gas air mata dan sakitnya peluru karet yang terjadi saat bentrok antara warga dan aparat di Pulau Rempang pada 7 September 2023 lalu. "Kami tidak suka dengan cara pemerintah merampas tanah kami. Kami inginkan keadilan," kata Siti Hawa salah seorang perempuan yang juga lantang menyuarakan penolakan relokasi.
Pemerintah melalui BP Batam terus menyampaikan update perkembangan pembangunan. Termasuk dihari yang sama saat warga lantang menyuarakan penolakan relokasi di kantor Kemenko dan Kedubes Cina.
Dalam siaran pers tersebut, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait menjelaskan, BP Batam terus menggarap pengerjaan rumah baru untuk warga terdampak pengembangan Rempang Eco-City yang berlokasi di Tanjung Banon. Kata Tuty, bahwa pembangunan sebanyak 46 unit rumah relokasi terus berlangsung.
"Kita berharap, semua proses berjalan lancar dan dapat memenuhi target. Sehingga, tidak ada lagi keraguan bagi masyarakat untuk mendukung proyek strategis pemerintah ini," kata Tuty.
Selain update pembangunan rumah relokasi, Tuty juga menyampaikan, saat ini warga yang menerima relokasi terus bertambah meskipun secara bertahap. Update terbaru kata Tuty, bertambah tiga kepala keluarga yang menerima relokasi dan sudah dipindah ke rumah sementara.
"BP Batam masih terus berupaya untuk menuntaskan proyek strategis nasional ini. Kami berharap, seluruh komponen daerah pun dapat mendukung percepatan investasi di Rempang," ujar Tuty. Jumlah tersebut menambah total warga yang telah menerima relokasi dan menempati hunian sementara menjadi sebanyak 166 KK.
Sedangkan warga yang menolak relokasi terus menegaskan, tidak akan pindah meskipun ada rumah dan ganti rugi yang diberikan BP Batam. Menurut mereka kampung adalah identitas masyarakat melayu Pulau Rempang. "Kampung itu identitas, tidak bisa diganti dengan apapun, intinya kami menolak relokasi, cabut segera PSN Rempang Eco City, kami akan bertahan sampai mati," kata Wadi warga Pulau Rempang.
Pilihan editor: Jokowi Serahkan Bonus Peraih Medali Olimpiade, Lebih Tinggi dari Atlet AS