TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 27 orang pelamar kerja menjadi korban penipuan dan penggelapan bermodus pencurian data diri untuk pinjol atau pinjaman online oleh oknum karyawan toko penjualan telepon seluler Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur.
Satu korban penipuan lain mengaku namanya dicatut untuk pembuatan rekening di Bank BNI yang digunakan untuk transaksi pinjol.
Korban dugaan penipuan karyawan toko ponsel melaporkan kasus itu ke Polres Jakarta Timur, Jumat, 5 Juli 2024. Salah satu korban, Muhammad Lutfi, 31 tahun, mengatakan puluhan pelamar pada awal Mei 2024 dijanjikan pekerjaan dengan syarat menyerahkan KTP dan ponsel bersamaan dengan surat lamaran kepada R (terlapor), selaku karyawan toko konter ponsel Wahana Store PCG, Jaktim.
Namun, data para pelamar kerja itu diduga dicuri oleh R untuk mengajukan pinjol. Bahkan, total kerugian yang dialami 27 korban mencapai Rp1 miliar lebih. "Awalnya R (terlapor) menawarkan pekerjaan sebagai admin konter ponsel. Selanjutnya para korban menyerahkan beberapa persyaratan seperti KTP berikut foto diri," kata warga Ciracas itu.
Tanpa seizin dan sepengetahuan korban, R menginstal aplikasi tertentu di ponsel milik para korban. "Tiba-tiba ada transaksi tagihan pinjaman dan kredit 'online' yakni seperti Shopeepay later, Adakami, Home Kredit, Kredivo, Akulaku dan lainnya. Sedangkan kami para korban tidak pernah mengajukan transaksi tersebut," ujarnya.
Atas kejadian tersebut, para korban dirugikan dengan total tagihan sebesar Rp1,1 miliar.
"Kami melaporkan kejadian ini ke Polres Metro Jakarta Timur. Kami juga menyerahkan kasus ini kepada kuasa hukum kami," kata dia.
Kuasa hukum korban, Muhammad Tasrif Tuasamu, mengatakan, ia bersama delapan orang perwakilan korban penipuan dan penggelapan mendatangi Mapolres Metro Jakarta Timur untuk pemeriksaan saksi korban di penyidik Satuan Reserse Kriminal.
Kepala Polres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, berjanji mengusut kasus puluhan pelamar kerja yang diduga menjadi korban penipuan dan penggelapan bermodus pencurian data pribadi untuk pinjaman daring tersebut.
"Kami telah periksa sebanyak enam orang saksi yakni para korban. Kami akan memeriksa para saksi lainnya dan memanggil terlapor berinisial R untuk dimintai keterangan sebagai saksi," katanya, Senin, 8 Juli 2024.
"Si terlapor dalam hal ini saudara R melakukan modus operandi berupa dia berlagak seperti penyalur tenaga kerja di toko telepon seluler. Dia mencari mangsa dengan catatan bahwa mangsa atau korban ini dapat memberikan identitas aslinya, berupa KTP dan membuat swafoto diri," ujar Nicolass.
Kemudian, data korban digunakan untuk pinjaman online. Para korban mengalami kerugian hingga Rp1 miliar lebih.
"Pemeriksaan kami terhadap para saksi yang ada, bahwa terlapor R ini melakukan seorang diri," ucapnya.
Modus Penipuan Berbeda
Dugaan penipuan dengan modus berbeda dialami Dewi Rahmawati. Perempuan 25 tahun ini dalam sebuah cuitan, mengaku data pribadinya digunakan oleh HRD perusahaan tempat ia sempat melamar kerja, untuk membuka rekening di Bank BNI.
Ia mengetahui hal itu setelah mengunduh aplikasi Wondr di ponselnya pada Rabu, 3 Juli 2024, hingga akhirnya bisa menggunakan aplikasi pengganti BNI Moblie Banking tersebut. Namun ia terkejut ketika mendapati satu akun BNI lainnya juga mengatasnamakan dirinya.
Akun itu memiliki saldo sebesar Rp 21.680. Ketika akun itu diklik, Dewi menemukan riwayat transfer dan tarik tunai yang lebih mengejutkan lagi. “Ada history transaksi pinjol Rp 10 juta,” tuturnya.
PT Bank Negara Indonesia atau BNI merespons kasus penyalahgunaan data pribadi seorang nasabahnya, Dewi Rahmawati. Perempuan berusia 25 tahun itu mengaku data pribadinya disalahgunakan oleh HRD PT CAS tempat dia pernah melamar kerja untuk membuka rekening pinjaman online (pinjol).
Sekretaris Perusahaan BNI, Okki Rushartomo, menjelaskan kantornya telah menghubungi nasabah untuk menginvestigasi kasus ini secara mendalam. Dia mengatakan, BNI memandang serius hal ini dan telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menindaklanjutinya. “Sebagai bank milik negara, kami berkomitmen memberikan layanan perbankan yang aman dan terpercaya bagi masyarakat,” kata dia saat dihubungi, Senin, 8 Juli 2024.
Ihwal data diri nasabah yang didaftarkan rekening tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, Okki mengklaim mekanisme proses pembukaan rekening telah dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dia berujar, kepatuhan terhadap aturan mengenai privasi data dan perlindungan data pelanggan adalah hal yang utama.
Peringatan dari OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengimbau masyarakat untuk ekstra hati-hati dalam memberikan data diri pribadi.
Hal ini sebagai tanggapan atas adanya kabar yang viral di media sosial terkait penyalahgunaan data yang diduga dilakukan oleh seorang HRD perusahaan.
“Kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk sangat ekstra hati-hati dalam memberikan data diri pribadi, terutama NIK, KTP, foto wajah, apalagi kalau misalnya sudah diminta untuk merekam, memberikan foto wajah dan sebagainya," kata Friderica atau yang akrab disapa Kiki saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK di Jakarta, Senin, 8 Juli 2024.
Ia mengakui bahwa kasus penyalahgunaan data untuk pembukaan rekening atau pinjaman daring (pinjol) ilegal yang merugikan konsumen masih marak terjadi.
Banyak konsumen tidak mengetahui bahwa data mereka digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dalam hal ini, Kiki menegaskan bahwa OJK telah mengatur keamanan dan kerahasiaan data konsumen dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023.
Peraturan ini disusun dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
POJK tersebut melarang Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) memberikan data konsumen kepada pihak lain atau menggunakan data pribadi konsumen yang telah mengakhiri penggunaan pelayanan PUJK.
Lebih lanjut, Kiki menambahkan bahwa berdasarkan pemeriksaan tim perlindungan konsumen, seringkali data konsumen digunakan untuk pertukaran data dalam pemasaran dan tujuan komersial.
Beberapa kasus telah ditelusuri oleh OJK dan disampaikan kepada pihak kepolisian karena terdapat unsur pidana di dalamnya.
ANTARA | HAN REVANDA PUTRA
Pilihan Editor Jokowi Tunda Kepindahan, Upacara HUT Kemerdekaan RI Tetap di IKN?