TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM Bahlil Lahadalia blak-blakan menceritakan apa alasan sesungguhnya pemerintah memberikan izin usaha pertambangan (IUP) ke organisasi masyarakat keagamaan atau ormas keagamaan.
Hal ini tak lain, kata Bahlil, didasari atas peran besar dari ormas keagamaan dalam memerdekakan dIndonesia dan mempertahankannya. Hal ini disampaikan oleh Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia pada konferensi pers bertajuk Redistribusi IUP kepada Masyarakat untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Inklusif dan Berkeadilan pada Jumat, 7 Juni 2024 di Gedung Barli Halim, Kementerian Investasi.
Bahlil menjelaskan, kemerdekaan Indonesia adalah hasil dari keterlibatan berbagai elemen masyarakat, salah satunya organisasi keagamaan. Hal itu termasuk NU, Muhammadiyah, induk gereja Protestan, Katolik, Buddha, dan Hindu.
“Dalam pandangan kami dan atas arahan bapak presiden, kontribusi dari tokoh-tokoh ini atau organisasi ini tidak bisa kita bantah, bahkan yang memerdekakan bangsa ini ya, mereka," kata Bahlil.
Saat agresi militer Indonesia diserang kembali oleh Belanda, kata Bahlil, yang mengeluarkan fatwa jihad adalah para ulama. "Yang tergabung dalam organisasi keagamaan, khususnya NU dan Muhammadiyah."
Tak berhenti di situ, menurut Bahlil, saat proses mengisi kemerdekaan dan terjadi banyak dinamika masalah baik di tingkat pusat maupun daerah, peran ormas keagamaan tetap signifikan. "Bahkan terkadang mereka lebih dulu hadir dari pemerintah," tuturnya.
Oleh karena itu, Bahlil menjelaskan, juga berdasarkan pada pasal 33 UUD 1945 tentang kekayaan baik darat, udara, maupun laut itu dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat sebanyak-banyaknya, maka pemerintah menilai perlunya pelibatan ormas keagamaan.
“Dalam perspektif itu kemudian, kami berpandangan bahwa organisasi keagamaan ini merupakan bagian dari aset negara, dan mereka juga mengurus umat," ucap Bahlil. "Tetapi apa yang terjadi, mohon maaf, dalam implementasi penyelenggaraan negara, rasanya kita belum memaksimalkan potensi-potensi perhatian dari resources yang ada, yang dimiliki oleh negara, terutama pada sektor pertambangan."
Atas dasar pandangan itu pula, kata Bahlil, pemerintah juga melihat bahwa peran serta dari organisasi pemasyarakatan sangat penting. Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga berpandangan bahwa IUP jangan sampai hanya dikuasai perusahaan dan investor besar.
“Saat perjalanan dinas, Presiden menerima aspirasi. Atas dasar aspirasi tersebut, maka pemerintah mencoba untuk mencarikan jalannya yang sesuai dengan aturan," ucap Bahlil.
Pemerintah kemudian memperhatikan Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 revisi terhadap Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba. Atas dasar itu, Bahlil mengatakan, maka PP (Peraturan Pemerintah) kemudian diubah agar bisa mengakomodir tentang pemberian IUPK kepada organisasi keagamaan yang memiliki badan usaha. “Tujuannya, agar mereka juga punya hak,” kata dia.
Hal-hal itu yang kemudian mendasari Presiden Jokowi akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan itu mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola izin usaha tambang di dalam negeri.
Kebijakan itu yang kemudian menimbulkan kontroversi karena adanya kekhawatiran soal kemampuan ormas untuk mengelola bisnis pertambangan secara efektif. Akibatnya, pengelolaan tambang tersebut dikhawatirkan malah akan menimbulkan konflik sosial dan kerusakan lingkungan yang kian besar.
Sejumlah pihak bahkan menilai pemberian hak pengelolaan tambang ini hanya upaya pemerintah membagi-bagikan “kue” bisnis kepada ormas keagamaan.
LAYLA EVA KALYANA
Pilihan Editor: 6 Wilayah Tambang Batu Bara Disiapkan untuk Ormas Keagamaan, Menteri ESDM: Transparan, Tidak Boleh Transfer