Senada dengan Shinta, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban juga menolak iuran Tapera. Dia menyatakan permasalahan iuran Tapera membuat buruh gelisah karena harus membayarkan iuran yang dipaksakan oleh pemerintah.
"Kami disuruh menabung tapi entah kapan kami bisa mengambil karena harus menunggu usia 58 tahun," ucap Elly.
Elly menyampaikan, tidak ada jaminan bagi buruh untuk tetap bekerja hingga masa pensiun. Kemungkinan kematian dan kecelakaan kerja, kata dia, memberi ketidakpastian bagi pencairan dana itu.
"Ada anggota DPR yang minta revisi, pengusaha sudah sepakat menolak, dan teman-teman buruh di seluruh provinsi sudah 100 persen menolak itu,"
Elly mendesak pemerintah untuk membatalkan program Tapera. Jika tidak bisa, jelas Elly, pemerintah setidaknya harus membuat Tapera hanya sebagai iuran sukarela.
Dalam PP 21 Tahun 2024 Pasal 15 dijelaskan besaran simpanan peserta yang ditetapkan, yaitu 3 persen dari gaji atau upah pekerja di mana pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan peserta sebesar 2,5 persen. Sementara, peserta pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri sebagaimana diatur dalam ayat (3).
Perhitungan untuk menentukan perkalian besaran simpanan peserta Tapera dilaksanakan melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dan Komisioner BP Tapera.
Adapun pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Tapera paling lambat tujuh tahun sejak PP Nomor 25 Tahun 2020 berlaku, tepatnya pada 20 Mei 2020. Pemberi kerja diberikan tenggat waktu untuk mendaftarkan pekerjanya sampai 20 Mei 2027.
Pilihan Editor: Tim Transisi Pemerintahan Prabowo-Gibran Temui Sri Mulyani, Bawa Pesan Ini dari Prabowo