Pengalaman senada juga dirasakan Wilman, warga Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Dia menyebut perusahaan tambang, terutama nikel, kerap menghancurkan hubungan antaranggota keluarga sebelum merusak lingkungan hidup.
Dia mencontohkan, perusahaan-perusahaan tambang sering membujuk pasangan suami istri yang berujung pada perselisihan dan perceraian. "Istrinya mau ngasih lahan buat tambang, suaminya menolak," kata Wilman.
Wilman juga memberi contoh lain seperti hubungan orang tua dan anak serta adik dan kakak juga sering tidak harmonis karena berbeda pendapat soal sikap terhadap pertambangan.
Lebih lanjut, Wilman juga mengkhawatirkan soal kriminalisasi aktivis lingkungan yang kerap menimpa kawan-kawannya. Menurut dia, pengusaha pertambangan biasa menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membungkam para aktivis.
Dalam acara itu, hadir pula beberapa narasumber utama, yakni ekonom senior Faisal Basri, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar, dan Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN).
Selain diskusi, acara yang digelar koalisi masyarakat sipil itu juga dimeriahkan dengan pameran foto, seni instalasi dan instalasi, dan pertunjukan musik. Berbagai komunitas dan kelompok mahasiswa juga turut menghadiri acara yang digelar pada 3-4 Mei itu.
Pilihan Editor: 3 Juta Unit Kendaraan Listrik BYD Terjual di Cina Tahun Lalu, Kini Merambah Penjualan di Indonesia