TEMPO.CO, Jakarta - PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFI Finance/IDX: BFIN) melaporkan nilai total aset perusahaan sebesar Rp 24,2 triliun pada kuartal I 2024. Nilai ini meningkat 0,9 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy). Pada kuartal I 2023, nilai aset tercatat Rp 24 triliun.
Besarnya kelolaan aset perusahaan saat ini turut terkontribusi dari total piutang pembiayaan sebesar Rp 22,5 triliun hingga Maret 2024. Adapun nilai pembiayaan baru tercatat senilai Rp 4,8 triliun.
Baca juga:
Direktur Keuangan BFI Finance Sudjono mengatakan manajemen risiko yang dilakukan perusahaan mampu menurunkan rasio pembiayaan bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF). NPF berhasil ditekan hingga ke level 1,24 persen bruto dan 0,23 persen neto per 31 Maret 2024.
Rasio NPF ini, kata dia, berada jauh lebih rendah dibandingkan dengan peer-nya yang rata-rata berada di level bruto 2,55 persen. Sementara itu, cakupan penyisihan tercatat sebesar 2,9 kali NPF bruto perusahaan.
Dia menambahkan pergerakan ekonomi yang cukup dinamis di triwulan I diwarnai dengan momentum Pilpres, Ramadan, serta kondisi geopolitik. BFI Finance Indonesia, saat ini tetap fokus menerapkan risk appetite yang konservatif pada penyaluran kredit untuk menjaga kualitas aset dan fundamental bisnis perusahaan.
"Hal ini seiring dengan upaya kami menjalani berbagai adaptasi sistem dan layanan keuangan terkini," kata Sudjono dalam keterangan resmi pada Kamis, 25 April 2024.
Dari sisi pendapatan, perusahaan mencatat total pendapatan sebesar Rp 1,6 triliun. Adapun laba bersih terkumpul pada kuartal I sebesar Rp 361,4 miliar. Kemudian, performa Imbal Hasil Rata-Rata atas Aset (RoAA) dan Imbal Hasil Rata-Rata atas Ekuitas (RoAE) masing-masing pada level 7,5 persen dan 14,9 persen.
Berdasarkan piutang pembiayaan yang dikelola, bisnis BFI Finance masih didominasi oleh produk pembiayaan beragun kendaraan roda empat dan roda dua sebesar 61,7 persen. Diikuti dengan pembiayaan untuk pembelian unit kendaraan roda empat bekas dan baru sebesar 14,9 persen. Lalu, pembiayaan alat berat dan mesin 14,7 persen, pembiayaan beragun sertifikat properti 4,5 persen dan pembiayaan lainnya 4,2 persen.
Portofolio pembiayaan dengan tujuan sektor produktif terlapor paling banyak, yakni sebesar 58,2 persen untuk pembiayaan modal kerja. Di samping itu, pembiayaan investasi sebesar 20,1 persen, pembiayaan multiguna 18,7 persen dan berbasis syariah 3 persen.