Keempat, kebijakan pemberian penjaminan pemerintah akan mengacu kepada keputusan Rapat Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Komite itu beranggotakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
“Ini forum kolegial-formal agar keputusan yang diambil tata kelolanya baik,” tutur dia.
Kelima, untuk memitigasi risiko atas pelaksanaan penjaminan, pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berkala atas penjaminan yang diberikan. Penjaminan oleh pemerintah sesuai dengan tata kelola dan peraturan yang berlaku, serta mempertimbangkan prinsip penjaminan pemerintah, mencakup kemampuan keuangan negara, keberlanjutan fiskal, dan manajemen risiko fiskal.
Keenam, untuk memperkuat peran penjaminan pemerintah dan mengurangi risiko fiskal, pemerintah akan memanfaatkan peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) secara lebih optimal. PT PII akan aktif dalam memberikan penjaminan pemerintah, bertindak sebagai lapisan perlindungan utama, dan bila terjadi risiko akan menanggung kerugian pertama dalam klaim penjaminan.
“Sehingga tidak akan langsung berdampak pada APBN. Dalam konteks ini, PT PII akan berfungsi sebagai perisai pertama dalam menghadapi risiko dan mengurangi dampak finansialnya pada APBN,” kata Prastowo.
Ketujuh, besarnya cost overrun telah melalui review oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Cost overrun ditanggung pendanaannya secara proporsional oleh pemilik saham KCJB, di mana Konsorsium BUMN memiliki saham 60 persen.
Untuk pemenuhan kontribusi BUMN atas pendanaan KCJB dimaksud telah diberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT KAI dan sisanya sebesar US$ 543 juta melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB). Jadi, Prastowo berujar, jelas peran APBN untuk mendukung permodalan PT KAI.
“Ini sifatnya investasi. Semoga menjadi jelas dan tidak perlu imajinasi liar dengan narasi menakut-nakuti rakyat. Eh, sudah nyobain Kercep? Saya mah belum,” cuit Pratowo.
Kedelapan, soal prospek PT KAI dan risiko gagal bayar. Menurut stafsus Sri Mulyani itu, berdasarkan hasil proyeksi keuangan PT KAI—tanpa memperhitungkan pendapatan tambahan dari angkutan batu bara—ditunjukkan kemampuan cashflow cukup untuk mendukung kegiatan operasional, pembayaran debt service dari pinjaman yang ada saat ini dan tambahan debt service dari pinjaman CDB.
Pilihan Editor: Utang Proyek Kereta Cepat Dijamin APBN? Wamen BUMN: Bukan Pembiayaan ke KCIC, tapi..